ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN RISIKO KONSTIPASI
DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA MALANG
Lutsya Dea Hapsari, Maria Magdalena Setyaningsih, Sr. Felisitas
Prodi D-III Keperawatan STIKes Panti Waluya Malang
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Post Partum adalah masa dari plasenta lahir sampai organ reproduksi kembali
normal dan terjadi perubahan fisiologis pada sistem pencernaan akibat
menurunnya peristaltik usus yang menyebabkan konstipasi. Desain penelitian ini
menggunakan metode studi kasus terhadap 2 klien dengan tidak memandang
status gravida, usia dan jenis persalinan. Waktu penelitian ini pada bulan Maret
2020. Didapati kedua klien mengalami masalah resiko konstipasi. Pada
kedua klien direncanakan dan dilakukan tindakan keperawatan yang sama,
salah satu tindakan yang diberikan pada klien yaitu menganjurkan klien
melakukan ambulasi dini sesuai jenis persalinannya. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan hasil yang berbeda. Asuhan keperawatan pda klien
pertama telah berhasil dan masalah risiko konstipasi dapat teratasi pada hari
ke-3 karena ambulasi dini yang baik, asupan cairan dan serat yang cukup.
Dan pada klien kedua masalah belum teratasi karena kurangnya ambulasi
dini, asupan serat serta cairan yang tidak adekuat, dan pemeberian lavement
saat sebelum proses persalinan. Diperlukan tindakan keperawatan yang tepat
yaitu edukasi jenis serat dan cairan serta ambulasi dini. Pemberian KIE
tentang pola makan, pola minum, dan ambulasi dini sejak dini dapat
mengurangi masalah resiko konstipasi pada ibu post partum.
Kata Kunci: Post Partum, Risiko Konstipasi
ABSTRACT
Post Partum is the period from birth of the placenta until the reproductive organs
return to normal and physiological changes occur in the digestive system due to
decreased intestinal peristalsis which causes constipation. The design of this
study used the case study method of 2 clients regardless of gravida status, age and
type of delivery. The time of this study was in March 2020. It was found that both
clients experienced constipation risk problems. In both clients planned and
carried out the same nursing action, one of the actions given to the client is to
encourage the client to do early ambulation according to the type of delivery.
Based on the results of the study obtained different results. First client's nursing
care has been successful and the risk of constipation can be resolved on day 3 due
to good early ambulation, adequate fluid and fiber intake. And in the second
client the problem has not been resolved because of the lack of early ambulation,
inadequate fiber and fluid intake, and the lavement given just before delivery.
Appropriate nursing action is needed, namely education of types of fibers and
fluids and early ambulation. Giving education about early eating patterns,
drinking patterns, and early ambulation early can reduce the risk of constipation
in post partum mothers.
Keywords: Post Partum, Risk of Constipation
Pendahuluan
Post partum atau disebut juga
dengan masa peurperium merupakan
masa sesudah melahirkan bayi,
dimulai saat setelah plasenta lahir
sampai dengan pulihnya kembali
organ-organ reproduksi dalam
keadaan normal, seperti sebelum
hamil dalam kurun waktu sekitar 6-8
minggu. Setelah melahirkan, ibu
mengalami banyak perubahan
termasuk perubahan pada sistem
reproduksi, urinaria dan perubahan
pada sistem pencernaan. Salah satu
masalah pada gangguan pencernaan
yakni kesulitan untuk buang air besar
yang disebut dengan risiko konstipasi
(Kumalasari, 2015)
Masalah risiko konstipasi sering
terjadi pada ibu post partum normal
maupun sectio caesarea. Risiko
konstipasi adalah seseorang beresiko
terhadap penurunan frekuensi normal
defekasi yang ditandai dengan gejala
rasa sakit dan rasa tidak nyaman
yang disebabkan karena
terhambatnya pengeluaran sisa-sisa
makanan dan kesulitan buang air
besar disertai dengan pasase feses
yang kering, keras, dan banyak
(Yulianik & Pujiati 2017). Pada ibu
post partum dengan kelahiran normal
konstipasi dipengaruhi oleh kadar
hormon progesteron rendah, hal ini
dapat mengakibatkan sistem kerja
tonus otot bowel tidak normal
sehingga peristaltik usus mengalami
penurunan dan dibutuhkan waktu
sekitar 3-4 hari untuk tonus otot
bowel dan kontraksi otot bowel
kembali normal sehingga pada ibu
post partum cenderung dapat
mengalami konstipasi. Pada proses
persalinan sectio caesarea konstipasi
dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain, secara khas terjadi
kelemahan pada abdomen sehingga
dapat menyebabkan motilitas cerna
menurun, efek anastesi, kondisi yang
menunjukkan jumlah kadar hormon
progesteron yang rendah sehingga
mempengaruhi otot polos yang
mengurangi rangsangan pembuluh
darah dan tidak bekerja secara
normal, dengan kondisi ini dapat
menyebabkan gerak tubuh menjadi
berkurang yang dapat mempengaruhi
penurunan gerak peristaltik usus, dan
penggunaan zat besi sebagai
suplemen sehingga meningkatkan
terjadinya resiko konstipasi (Marmi,
2012).
Penulis mendapatkan data dari
menurut Derbyshire dalam Steen
(2013) sekitar 44% ibu post partum
yang mengalami konstipasi. Di
Indonesia data survey nasional tahun
2010 adalah 730.000 dan 3.832.000
persalinan atau sekitar 19,15%.
Berdasarkan survey di Puskesmas
Balowerti Kota Kediri pada Agustus
tahun 2013, dari 10 ibu nifas
didapatkan 6 ibu nifas yang masih
belum bisa buang air besar selama
lebih dari 3 hari setelah persalinan
atau sekitar 60% yang mengalami
masalah pada sistem pencernaan
yaitu konstipasi atau kesulitan buang
air besar dan 4 ibu nifas yang pada
hari ke 3 setelah proses persalinan
sudah bisa buang air besar dengan
konsistensi lunak (DEPKES, 2015).
Dan data dari Rekam Medis RS Panti
Waluya Sawahan Malang tercatat
dalam bulan Januari sampai
Desember 2019 terhitung jumlah
secara keseluruhan terdapat sekitar
105 kasus persalinan normal dan 187
kasus persalinan sectio caesarea
(Rekam Medis RS Panti Waluya
Sawahan Malang, 2019).
Berdasarkan fenomena yang
ditemukan peneliti saat praktik klinik
di RS Panti Waluya Sawahan
Malang pada bulan Maret 2019
terdapat 1 orang klien post partum
umur 27 tahun dengan persalinan
sectio caesarea mengalami masalah
konstipasi. Sebelum dilakukannya
operasi, klien menjalankan puasa
selama 8 jam dan tidak dilakukan
pemberian huknah. Saat pengkajian
klien mengeluh tidak bisa buang air
besar selama lebih dari 3 hari setelah
melahirkan akan tetapi asupan serat
adekuat namun klien tidak terlalu
suka minum dan jarang melakukan
mobilisasi dini sehingga klien
mengalami masalah kesulitan buang
air besar atau konstipasi, klien
merasa perut penuh, begah, terasa
sakit saat mengejan.
Konstipasi pada ibu pasca
melahirkan sering kali terjadi akibat
kontraksi otot yang menyebabkan
peristaltik usus mengalami
penurunan. Selain itu ada faktor lain,
seperti kecemasan ibu akan lepasnya
jahitan pada perineum nyeri yang
dirasakan saat defekasi yang dapat
menyebabkan terjadinya konstipasi.
Konstipasi juga dipengaruhi oleh
kurangnya pengetahuan ibu dan
kekhawatiran lukanya akan terbuka
bila saat buang air besar. Peristaltik
usus secara reguler sangat perlu
dilatih untuk merangsang tonus otot
agar kembali normal. Namun jika
tidak diatasi konstipasi dapat
menimbulkan situasi yang lebih
serius seperti impaksi (fese menjadi
keras dan kering), obstruksi pada
usus, kanker kolon, terjadinya
hemoroid dan terjadinya perdarahan
Post Partum (Yulianik, E. Pujiati,
2017).
Penatalaksanaan pada klien post
partum yang mengalami konstipasi,
sebagai perawat
pertolongan kesehatan yang dapat
diberikan untuk mengantisipasi
masalah eliminasi menurut
Muawanah & Nindya (2016) yaitu
meningkatkan asupan makanan
tinggi serat dapat mengatasi masalah
defekasi pada ibu post partum
karena serat dapat menyerap air lalu
dicerna oleh bakteri yang berada di
saluran pencernaan sehingga
konsistensi feses menjadi lunak.
Selain itu tindakan kolaborasi dengan
tim medis pada klien post partum
dapat dilakukan dengan memberikan
obat pencahar dan gliserin untuk
mengubah konsistensi fases yang
padat menjadi lembek (Dewi dkk,
2014). Apabila kondisi ini tidak
diatasi maka akan menyebabkan
gangguan kontraksi uterus. Jika
kontraksi uterus tidak normal sampai
dengan subinvolusi uterus maka
tidak ada yang mengontrol
pengeluaran cairan vagina dan dapat
menyebabkan perdarahan post
partum. Selain itu juga dapat
berakibat fatal pada system
pencernaan yaitu pelebaran
pembuluh darah anus karena adanya
penekanan saat mengejan sehingga
dapat menyebabkan pembengkakan
pada anus dan timbulnya tonjolan
pada anus yang dapat mengakibatkan
hemoroid (Danuatmaja, et al., 2009).
Oleh karena itu, perawat memegang
peran penting dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada ibu post
partum pervaginam dan ibu post
partum section caesarea (SC).
Pemberian intervensi pada ibu post
partum seperti memberikan asupan
nutrisi seimbang dan asupan tinggi
serat karena serat dapat menyerap air
dan mudah dicerna sehingga
konsistensi feses menjadi lunak.,
peningkatan asupan cairan, serta
meningkatkan aktivitas tubuh
mempercepat proses pemulihan
kondisi pasca persalinan. Selain itu
tindakan kolaborasi dengan tim
medis dengan memberikan obat
pencahar untuk mengubah
konsistensi feses yang padat menjadi
lembek. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk melakukan studi kasus
tentang “Asuhan Keperawatan pada
Ibu Post Partum dengan masalah
Keperawatan Risiko Konstipasi di
RS Panti Waluya Sawahan Malang”.
Metode Penelitian
Studi kasus ini merupakan studi
untuk mengeskplorasi masalah
asuhan keperawatan pada ibu post
partum dengan masalah keperawatan
Risiko Konstipasi di Rumah Sakit
Panti Waluya Sawahan Malang,
maka batasan istilah yang digunakan
oleh penulis yaitu :
1. Klien post partum normal maupun
section caesarea tanpa
memandang usia, jenis persalinan,
status gravida dan dengan atau
tanpa adanya penggunaan
lavement sebelumnya.
2. Perubahan pola BAB (riwayat
BAB: klien biasa BAB setiap hari,
dan belum BAB 2-3 hari).
3. Pengeluaran feses lama dan sulit.
4. Peristaltic usus menurun (bising
usus <5 x/menit) untuk persalinan
normal, dan untuk persalinan SC
saat efek anastesi klien hilang
sekitar 6 jam setelah operasi.
5. Adanya perasaan tekanan pada
rectum.
6. Mengejan saat defekasi.
Penelitian dilakukan selama 3 hari
terhadap masing-masing klien
dengan menggunakan teknik
pengumpulan data berupa
wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, dan studi dokumen.
Dicantumkan etika yang mendasari
penyusunan studi kasus, terdiri dari :
1. Informed Consent (persetujuan
menjadi klien)
2. Anonymity (tanpa nama)
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Hasil
Pada studi kasus ini didapatkan hasil
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pada tanggal 09 Maret 2020 pukul
09.15 Sectio Caesarea dengan
indikasi oligo + post date, klien
mengalami oligohidramnion saat
kelahiran anak kedua secara
section caesarea dengan usia
kehamilan 41-42 minggu. Klien
dilakukan tindakan operasi sectio
caesarea dengan anestesi regional
pada pukul 10.15 WIB dan
kembali ke ruangan pukul 12.25
WIB. Klien terpasang infus RL
1000cc/24jam dan kateter
menetap. Klien mengatakan saat
dirumah klien mempunyai
kebiasaan BAB teratur setiap hari
setiap pagi, dan saat sebelum ke
RS paginya klien sudah BAB.
Saat dirumah sakit, klien belum
BAB dan bising usus klien
5x/menit. Klien tidak
mengkonsumsi obat percahar.
Klien mengatakan BAB terakhir
pagi hari sebelum MRS pada 9
Maret 2020 pada pukul 07.00.
Klien masih dalam pengaruh efek
anastesi, klien sudah mampu
mobilisasi miring kanan dan kiri
di atas tempat tidur. Aktivitas
klien masih dibantu oleh keluarga
dan perawat..
Klien 2 MRS pada tanggal 11
Maret 2020 Pukul 22.30 WIB
dengan keluhan kenceng-kenceng
dan saat diperiksa sudah tahap
pembukaan lengkap. Klien masuk
ke ruang VK dengan persalinan
normal partus dan mulai dipimpin
untuk bersalin oleh bidan. Klien
mendapatkan hecting (#) karena
ruptur spontan. Klien mengatakan
kebiasaan BAB di rumah 1-
2x/hari saat hamil. Saat
pengkajian, klien belum BAB dan
belum berkeinginan untuk BAB,
bising usus klien 8x/menit. Klien
BAB terakhir saat sebelum proses
persalinan dengan bantuan
lavement. Klien mengatakan
masih sedikit lelah karena proses
persalinan. Aktivitas klien
dilakukan diatas tempat tidur dan
dibantu oleh keluarga dan perawat
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian
pada klien 1 ditegakkan diagnosa
keperawatan Risiko konstipasi
berhubungan dengan efek agen
farmakologis (anestesi),
sedangkan pada klien 2
ditegakkan diagnosa keperawatan
Risiko konstipasi berhubungan
dengan penurunan motilitas
gastrointestinal.
3. Rencana Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 telah
ditetapkan rencana keperawatan
sesuai dengan tinjauan pustaka
yaitu, pada klien 1 melakukan
pengkajian pada sistem
pencernaan, mengajarkan klien
untuk meningkatkan kemampuan
ambulasi dini secara bertahap,
mengkaji pola asupan serat dan
cairan klien, anjurkan klien
mengkonsumsi air putih serta
sayur banyak serat untuk
mencegah kostipasi dan
memberikan edukasi untuk
mengatasi ketakutan defekasi dan
jenis serat untuk di konsumsi.
Pada klien 2 yaitu, kaji sistem
pencernaan klien, kaji pola asupan
serat dan cairan klien, anjurkan
klien mengkonsumsi air putih
serta sayur banyak serat untuk
mencegah kostipasi dan berikan
edukasi untuk mengatasi
ketakutan defekasi dan jenis serat
untuk di konsumsi, membantu
klien untuk meningkatkan
kemampuan ambulasi dengan
benar dan memberi edukasi untuk
meningkatkan kebersihan area
genetalia.
4. Implementasi Keperawatan
Pada klien 1 terdapat 13 intervensi
yang direncanakan dan 11
intervensi yang dapat dilakukan.
Pada klien 2 terdapat 12 intervensi
yang direncanakan dan 10
intervensi yang dapat dilakukan.
Pada kedua klien dilakukan
implementasi tambahan di luar
rencana keperawatan yang telah
ditetapkan untuk membantu klien
segera pulih kembali.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada klien 1 dan klien 2 dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 hari
berturut-turut. Terdapat perbedaan
pada kedua klien dimana pada
klien 1 dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari di
ruang rawat inap dengan hasil
masalah dapat teratasi, klien
mampu buang air besar dengan
tidak mengejan. Sedangkan pada
klien 2 dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 hari
diruang rawat inap dan pada hari
ketiga klien diperbolehkan
pulang, perawatan pada hari
ketiga dilakukan kunjungan
rumah dengan hasil masalah
belum teratasi, klien mengeluh
belum buang air besar, perut
terasa begah dan penuh.
Pembahasan
1. Pengkajian
Pada klien 1 melahirkan secara
sectio caesarea dengan anestesi
regional. Klien diindikasikan
melakukan persalinan secara
sectio caesarea karena klien
mengalami oligohidromnion dan
bayi lahir melewati tanggal tafsir
41-42 minggu. Klien terpasang
kateter mulai tanggal 09-03-2020
pukul 12.15 WIB. Saat dilakukan
pemeriksaan fisik terutama pada
pemeriksaan abdomen: terdapat
bekas luka operasi, tinggi fundus
uteri setinggi pusat, auskultasi
bising usus terdengar 5x/menit.
Dan saat pengkajian klien
mengatakan belum BAB. Klien
mengatakan saat dirumah dan saat
hamil mempunyai kebiasaan BAB
setiap hari, BAB terakhir klien
pagi hari pukul 07.00 saat
sebelum masuk rumah sakit pukul
09.15. Kondisi ini sesuai dengan
teori Siti dkk (2013) yang
mengatakan pada Sectio Saecarea
bising usus belum terdengar dan
lemah pada hari pertama setelah
operasi. Efek anastesi post Sc
mengakibatkan kerja otot bowel
menurun dan mempengaruhi
peristaltic usus serta feses tertahan
didalam usus. Sehingga hal ini
dapat menyebabkan risiko
konstipasi. Pada klien 2
melahirkan secara normal partus
dengan kelahiran anak pertama.
Dengan usia kehamilan 40
minggu, bayi berjenis kelamin
perempuan dengan BB 3445 gram
dan PB 49 cm. Ketuban jernih
plasenta lahir spontan dan
lengkap, terdapat luka jahitan
jelujur pada perineum. Klien baru
bisa BAK setelah 2,5 jam pasca
persalinan dengan urin berwarna
kuning bercampur dengan darah
(lokhea) dan klien mengatakan
nyeri saat BAK. Saat dilakukan
pengkajian fisik pada abdomen,
tidak terdapat bekas luka, TFU
setinggi pusat, kontraksi uterus
baik, bising usus 8x/menit, serta
ibu mengatakan bahwa terakhir
buang air besar 2 hari yang lalu,
saat sebelum melahirkan klien
dilakukan lavement dan saat
pengkajian belum BAB. Hal
tersebut sesuai dengan teori
Marmi (2012) pada post partum
persalinan normal, hormone
progesterone rendah dapat
mengakibatkan sistem kerja otot
panggul menurun dan peristaltic
usus mengalami penurunan. Serta
rasa ketakutan akan luka jahitan
terbuka saat BAB sehingga terjadi
penumpukan fases dan
terhambatnya pengeluaran fases
dapat menyebabkan risiko
konstipasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada klien 1 ditegakkan diagnosa
Risiko konstipasi berhubungan
dengan efek agen farmakologis
(anestesi), menurut teori Marmi
(2012) kondisi ini dapat
menyebabkan gerak tubuh
menjadi berkurang yang dapat
mempengaruhi penurunan gerak
peristaltik usus. Pada klien 2
ditegakkan diagnosa Risiko
konstipasi berhubungan dengan
penurunan motilitas
gastrointestinal, hal ini sesuai
dengan teori Marmi (2012) sistem
kerja tonus otot bowel tidak
normal sehingga peristaltik usus
mengalami penurunan, selain itu
juga terdapat faktor psikologis
pada ibu pasca melahirkan normal
takut akan rasa nyeri pada jahitan
dan takut akan jahitan terbuka saat
buang air besar.
3. Rencana Keperawatan
Pada klien 1 intervensi yang telah
direncanakan sesuai denga teori
Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2018) yaitu dengan
mengidentifikasi penyebab dan
factor resiko konstipasi,
memonitor tanda dan gejala
konstipasi, menganjurkan
mengkonsumsi asupan cairan
sesuai kebutuhan 1500-2000cc,
menganjurkan untuk melakukan
mibilisasi dini, menganjurkan
menghindari konsumsi kopi,
minuman alcohol. Pada klien 2
intervensi yang telah
direncanakan sesuai denga teori
Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2018) yaitu dengan
menganjurkan melakukan
mobilisasi dini untuk memulihkan
otot, menganjurkan untuk minum
air putih 1500-2000cc perhari,
menganjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi serat tidak
mengejan saat BAB. Menurut
Bulechek dkk (2016) yaitu
membasuh perineum dengan air
hangat dan menjaga kebersihan
daerah genetalia. Intervensi yang
telah direncanakan bagi kedua
pasien telah sesuai dengan teori
menurut Agustina(2013), yang
mengatakan menlakukan ambulasi
dini membantu memulihkan otot
yang tereggang dan mencegah
kosntipasi, Selain itu, juga
intervensi yang diberikan juga
sesuai dengan teori Kyle (2011).
4. Implementasi Keperawatan
Pada klien 1 terdapat 13 intervensi
yang direncanakan dan 11
intervensi yang dapat dilakukan.
Pada klien 2 terdapat 12 intervensi
yang direncanakan dan 10
intervensi yang dapat dilakukan.
Pada kedua klien dilakukan
implementasi tambahan di luar
rencana keperawatan yang telah
ditetapkan untuk membantu klien
segera pulih kembali. Hal di atas
sesuai dengan teori Mitayani
(2012) yang menyatakan bahwa
dengan melakukan implementasi
sesuai dengan kondisi dan
keadaan klien diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan klien.
Implementasi mencakup tindakan
mandiri maupun tindakan
kolaborasi yang dilakukan untuk
memberikan asuhan keperawatan
pada klien yang ditetapkan.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada klien 1 dan klien 2 dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 hari
berturut-turut. Terdapat perbedaan
pada kedua klien dimana pada
klien 1 dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari di
ruang rawat inap dengan hasil
masalah dapat teratasi, klien
mampu buang air besar dengan
tidak mengejan. Sedangkan pada
klien 2 dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 hari
diruang rawat inap dan pada hari
ketiga klien diperbolehkan
pulang, perawatan pada hari
ketiga dilakukan kunjungan
rumah dengan hasil masalah
belum teratasi, klien mengeluh
belum buang air besar, perut
terasa begah dan penuh. Hal
tersebut sesuai teori Mitayani
(2012) yang menyebutkan bahwa
Evaluasi merupakan hasil dari
perkembangan klien dengan
berpedoman kepada tujuan dan
kriteria hasil yang ingin dicapai.
Menurut teori Muawanah (2016)
serat mampu meningkatkan
fungsi bowel karena serat mampu
mengabsorbsi bakteri yang berada
dalam saluran cerna, dan
mengkonsumsi air putih mampu
mengatasi konstipasi karena air
putih merubah konsistensi tinja
menjadi lebih lembek.
Kesimpulan
Asuhan Keperawatan pada Ibu Post
Patum dengan Masalah Keperawatan
Resiko Konstipasi di Rumah Sakit
Panti Waluya Malang dan didapatkan
hasil bahwa asuhan yang telah
diberikan terhadap 2 klien, pada
klien 1 telah berhasil dan masalah
resiko konstipasi dapat teratasi dan
pada klien 2 masalah belum teratasi.
Hal tersebut dibuktikan dengan
respon dari klien 1 yang tidak
mengalami resiko konstipasi, klien
mampu menjelaskan kembali
mengenai resiko konstipasi pada ibu
post partum, serta dapat menjelaskan
kembali penanganan serta
pencegahan jika terjadi resiko
konstipasi. Sedangkan pada klien 2
dibuktikan dengan klien mengeluh
perut begah, tidak nyaman dan
mengeluh belum berkeinginan BAB,
klien mampu menjelaskan kembali
mengenai resiko konstipasi dan
menerapkan penanganan resiko
konstipasi.
Daftar Pustaka
Agustina, Putri. 2013. Efektivitas
Ambulasi Dini Pada
Percepatan Pola Buang Air
Besar Pada Ibu Nifas Di
Ruang Sakura RSUD dr.
Soetomo Trenggalek. STIKes
Surya Mitra Husada
Ambarwati, 2010. Asuhan
Kebidanan Nifas. Yogyakarta:
Mitra Cendikia.
Lestari, P. S. 2013. Asuhan
Keperawatan pada Post
Partum. Jurnal Ilmiah
Kebidanan.
Marmi. Asuhan Keperawatan pada
masa nifas Peuperium Care.
Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.2012.91.
Mitayani, 2012. Asuhan
Keperawatan Maternitas.
Jakarta: Salemba Medika.
Muawanah. 2016. Hubungan Asupan
Serat dan Cairan dengan
Kejadian Konstipasi pada Ibu
Pasca Melahirkan.
Department Gizi Kesehatan,
Unair Surabaya. Media Gizi
Indonesia.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP, 2018.
Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Sitti, S.,dkk.2013.Asuhan Kebidanan
pada Masa Nifas, Jakarta:
Salemba Medika.
Solehati, Tetti., 2015. Konsep &
Aplikasi Relaksasi dalam
Keperawatan Maternitas.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Sulistyawati, 2010. Asuhan
Kebidanan pada Ibu Nifas.
Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Turawa, E.B., 2015. Interventions for
Preventing Post Partum
Constipations. Pubmed.
Winarsih, Kanti. 2013. Pelaksanaan
Mobilisasi Dini Pada Klien
Paska Seksio Sesarea. Jurusan
Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Jakarta III. Jkep.
Vol. 1 No 1 November 2013,
hlm 77-78
Yulianik, E. Pujiati. Resiko
Konstipasi pada ibu Post
Partum. RSUD Kartini Jepara.
Edisi 2014.
Top Related