Sulvia Fery Hanry Tondowala
Transcript of Sulvia Fery Hanry Tondowala
ABSTRAK
Tondowala , Sulvia Fery Hanry (2012), Pengembangan tes objektif pilihan ganda Berbasis taksonomi anderson dan krathwohl Untuk kemampuan membaca bahasa inggris Kelas viii smp di Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis, Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Ganesha. Tesis ini sudah disetujui dan diperiksa oleh: Pembimbing I : Prof. Dr. Nyoman Dantes dan Pembimbing II : Prof. Dr. AAIN. Marhaeni, M.A. Kata Kunci: Tes Objektif Pilihan ganda, Taksonomi Anderson dan Krathwohl,
dan membaca pemahaman bahasa inggris.
Penelitian ini merupakan model penelitian pengembangan yang diadopsi dari model pengembangan Sugiyono. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan tes objektif pilihan ganda berbasis taksonomi Anderson dan Krathwohl. Populasi penelitian yaitu SMP kelas VIII di Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah, dengan sampel penelitian berjumlah 250 orang siswa kelas VIII yang diambil dengan menggunakan tehnik cluster sampling dari 12 kelas pada 7 sekolah, dengan rincian sebagai berikut: 4 kelas dari SMP di kabupaten, 4 kelas dari SMP di Kecamatan dan 4 kelas dari SMP pedesaan.
Hasil penelitian menunjukan, bahwa instrumen tes yang dikembangkan telah mempunyai nilai validitas dan uji empirik yang cukup baik. Berdasarkan hasil uji lapangan dan analisis data ditarik simpulan sebagai berikut; (1) Kisi-kisi tes objektif pilihan ganda yang berdasarkan taksonomi Anderson dan Krathwohl memungkinkan pembuatan butir tes yang bervariasi untuk setiap jenis proses kognitif. (2) Validasi tes berbasis taksonomi Anderson dan Krathwohl yang meliputi: (a) Validitas isi sudah memenuhi syarat dengan melakukan melakukan uji judges, judges menyatakan instrumen relevan untuk diujicobakan. (b) Uji empirik instrumen pun dinyatakan sudah memenuhi syarat karena semua ketentuan yang harus ditempuh seperti; uji validitas butir, uji tingkat kesukaran butir, daya beda dan uji efektivitas pengecoh, semuanya sudah dilakukan seperti yang telah ditentukan. (3) Reliabilitas tes objektif pilihan ganda berdasarkan taksonomi Anderson dan Krathwohl dinyatakan sudah memenuhi syarat karena konsistensi atau keajegan tes masih terhitung tinggi.
ABSTRACT Tondowala, Sulvia Fery Hanry (2012), The Development of Anderson and Krathwohl Taxonomy Based Objective Test for English Reading Ability of Eight Grade Students of Junior High Schools in Poso Regency, Central Sulawesi Province. Thesis. Educational research and Evaluation, Postgraduate Program, Ganesha University of Education. This thesis has been corrected and approved by Supervisor I : Prof. Dr. Nyoman Dantes Supervisor II : Prof. Dr. A.A.I.N. Marhaeni, M. A. Keywords: objective test, Anderson and Krathwohl Taxonomy, reading
comprehension. This research is a developmental research model which is adopted from Sugiyono. It aims at developing objective test which is based on Anderson and Krathwohl Taxonomy. The population of this research was eight grade students of junior high schools in Poso Regency, Central Sulawesi Province, while the sample was 250 eight grade students of which was taken using cluster sampling technique from twelve classes of seven schools: four classes from the junior high schools in the regency, four classes from the junior high schools in the subdistric, and four classes from the junior high schools in village area. The findings of this research show that the instrument of the developed test has had adequate validity value and empirical test. Based on the field test and data analysis, the conclusion can be made as follows; (1) the blueprint of objective test which is based on Anderson and Krathwohl Taxonomy enables the development of the varied objective test for every type of cognitive process, (2) the validation tests which are based on Anderson and Krathwohl Taxonomy which include: (a) the content validity has fulfilled the requirement through the process of judges test, the judges stated that the instrument is relevant to be tried out, (b) the empirical test proved that the instrument has fulfilled the requirement since all of the requirements; item validity test, index of difficulty test, index of discrimination test, and distracter effectiveness test have been done properly, (3) the reliability test for the objective test proved that the instrument has fulfill the requirement since the consistency of the test can be categorized as high.
I. PENDAHULUAN
Dalam khazanah profesionalnya sehari-hari seorang guru tidak mungkin
melepaskan diri dari kegiatan penilaian. Untuk melakukan suatu penilaian seorang
guru membutuhkan sebuah instrumen untuk mengetahui serta mengukur tingkat
kemampuan kognitif keberhasilan seorang siswa. Biasanya Instrumen yang
digunakan untuk hal tersebut dikenal dengan nama tes dan kegiatan itu dilakukan
pada waktu-waktu tertentu. Kadang kala dilakukan secara teratur setiap satu
bulan. Ada pula yang dilakukan secara teratur pada setiap akhir suatu unit atau
satuan pelajaran tertentu. Juga kadang kala dilakukan pada setiap akhir suatu
pertemuan kelas. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kegiatan ulangan atau tes
tersebut kemudian guru membuat keputusan-keputusan. Keputusan tentang siswa,
keputusan tentang proses belajar-mengajar, keputusan tentang rencana pelajaran,
keputusan tentang materi pelajaran, metode pengajaran dan sebagainya. Sering
memang bahwa keputusan yang diambil tidaklah sebanyak daftar yang ada atau
yang seharusnya dilakukan. Tetapi tak dapat dibantah bahwa keputusan demi
keputusan diambil oleh guru setelah melakukan tes.
Menurut Koyan penilaian, tes, evaluasi dan pengukuran merupakan empat
istilah yang berbeda namun saling berhubungan (Koyan, 2011). Banyak orang
tidak mengetahui secara jelas perbedaan dan hubungan diantara ketiganya,
sehingga istilah tersebut sering tidak tepat penggunaannya. Agar jelas berikut ini
akan diuraikan perbedaan dan hubungan antara Penilaian, tes, evaluasi dan
pengukuran.
Menurut Linn dan Gronlund (dalam Koyan, 2011:6), asesmen
(assessment) adalah istilah umum yang melibatkan semua rangkaian prosedur
yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar peserta didik
(misalnya: observasi, skala bertingkat tentang kinerja, tes tertulis) dan pelaksanan
penilaian mengenai kemajuan belajar peserta didik. Sedangkan test adalah tipe
khusus dari asesmen yang secara khusus terdiri atas seperangkat pertanyaan yang
dilaksanakan pada periode waktu tertentu sampai dengan dapat membandingkan
semua peserta didik. Di lain pihak, measurement atau pengukuran ialah pemberian
tanda atau angka pada hasil sebuah tes atau bentuk lain dari asesmen menurut
aturan tertentu. Linn dan Gronlund (dalam Koyan, 2011:6) pengertian asesmen
hampir sama dengan pengertian evaluasi (evaluation), tetapi asesmen memberi
penekanan yang lebih besar pada kinerja tugas-tugas pada bentuk nyata dan
kompleks. Penggunaan istilah asesmen tampaknya lebih ramah dan saat ini
cenderung digunakan secara bergantian atau bersama-sama dengan istilah
evaluasi.
Dengan demikian, jelaslah bahwa assessment memiliki pengertian yang
lebih luas daripada pengertian evaluation, measurement, dan test. Hubungan
dengan ini, Brown (dalam Koyan, 2011:6) menyatakan bahwa pengukuran adalah
pemberian tanda dengan angka terhadap perilaku menurut aturan tertentu.
Sedangkan Kerlinger (dalam Koyan, 2011:6) menyatakan bahwa pengukuran
adalah pemberian angka pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut suatu
aturan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah proses
kuantifikasi atau pemberian tanda dengan bilangan atau angka kepada objek atau
perilaku tertentu menurut aturan-aturan tertentu.
Mengenai tes sendiri, Gronlund (dalam Koyan, 2011:7) menyatakan
bahwa tes hasil belajar adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengukur
sampel perilaku yang representatif tentang tugas-tugas pembelajaran peserta didik.
Pendapat lain menyatakan bahwa tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas-
tugas untuk menentukan bentuk-bentuk respon yang berkenaan dengan perilaku
peserta didik. Sedangkan Nitko (dalam Koyan,2011:7) menyatakan bahwa tes
adalah suatu instrumen atau prosedur yang sistematis untuk mengobservasi dan
menggambarkan satu atau lebih ciri-ciri peserta didik dengan menggunakan skala
numerik atau klasifikasi. Dan menurut Koyan (2011) tes adalah instrumen atau
alat atau prosedur yang sistematis yang terdiri atas seperangkat pertanyaan atau
tugas-tugas untuk mengukur suatu perilaku tertentu pada peserta didik dengan
menggunakan bantuan skala numerik atau kategori tertentu. Tes hasil belajar
adalah alat atau instrumen untuk mengukur hasil belajar, baik hasil belajar pada
ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Untuk melaksanakan asesmen
terhadap proses dan hasil belajar, terlebih dahulu perlu dilakukan pengukuran
terhadap sasaran ukur (atribut orang, objek, peristiwa) (Koyan, 2011:7).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas disimpulkan bahwa tes
merupakan sebuah alat atau instrumen yang dijadikan sebagai sarana dalam
mengukur suatu perilaku tertentu pada peserta didik dengan menggunakan skala
pengukuran tertentu.
Menurut Koyan, perlu dibedakan pengertian antara ”prestasi belajar”
(achievement) dan ”hasil belajar” (learning outcome). Hasil belajar meliputi aspek
pembentukan watak atau karakter afektif, kognitif, dan psikomotor, sedangkan
prestasi belajar lebih mengacu pada aspek kognitif atau pengetahuan saja. Tes
untuk mengukur prestasi belajar, baik untuk aspek pengetahuan maupun aspek
keterampilan, dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu ”tes kemampuan” (power test)
dan ”tes kecepatan” (speed test). Prinsip dari ”power test” adalah tidak adanya
batasan waktu didalam pengerjaan tes. Sebaliknya, pada ”speed test”, yang diukur
adalah kecepatan di dalam memikirkan atau mengerjakan tes (Koyan, 2011).
Menurut aturan (Kerlinger dalam Koyan, 2011:8) mengenai pengukuran
(measurement) adalah pemberian angka pada objek atau peristiwa. Pendapat yang
hampir sama dikemukakan oleh Wiersma dan Jurs (dalam Koyan, 2011:8) bahwa
pengukuran adalah pemberian angka pada objek atau peristiwa menurut aturan
yang memberikan arti kuantitatif kepada angka itu. Gronlund (dalam Koyan,
2011:8) menyatakan bahwa pengukuran adalah proses untuk memperoleh
deskripsi angka tentang derajat karakteristik tertentu yang dimiliki oleh individu.
Selanjutnya Koyan menyimpulkan bahwa pengukuran adalah pemberian bilangan
atau proses kuantifikasi kepada atribut orang, objek, atau peristiwa menurut aturan
tertentu. Dalam kaitan ini sasaran ukurnya adalah atribut orang, objek, atau suatu
peristiwa, diukur dengan alat ukur tertentu, cara mengukurnya, sasaran ukurnya
atau respondenya, sehingga diperoleh skor atau bilangan. Alat ukurnya dapat
berupa tes atau non tes dan menurut aturan tertentu. Skor ditransformasi menjadi
nilai (Koyan, 2011).
Berkaitan dengan proses belajar peserta didik untuk mengetahui sejauh
mana kompetensi yang telah mereka capai salah satu cara untuk melihat
peningkatan kemampuan tersebut adalah dengan melakukan tes. Tes yang
berkaitan dengan tujuan ini sering disebut tes prestasi hasil belajar (TPHB).
Azwar (dalam Sudiono, 2011) menyatakan bahwa tes prestasi hasil belajar adalah
tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap informasi subyek atas
bahan-bahan yang telah diajarkan. Sudijono juga menyatakan juga bahwa tes
prestasi hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk mengungkap tingkat
pencapaian belajar (Sudiono, A, 2011).
Dari beberapa pengertian di atas, ada satu benang merah yang sepertinya
disepakati yaitu bahwa tes prestasi hasil belajar merupakan salah satu cara untuk
menelusuri kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki siswa setelah mengikuti
proses belajar mengajar selama waktu tertentu. Meskipun tes bukanlah satu-
satunya cara untuk mengungkap hasil belajar siswa, tetapi ia merupakan alat yang
paling sering digunakan karena kepraktisan penggunaannya serta biaya yang
murah. Tidak seperti alat pengukur ilmu alam yang tunggal, alat pengukur dalam
ilmu-ilmu sosial dapat terdiri lebih dari satu macam.
Tes sendiri menurut Koyan, jika ditinjau dari bentuk soalnya dapat
dibedakan menjadi dua yaitu tes hasil belajar dalam bentuk uraian (non obyektif
dan tes hasil belajar bentuk obyektif). Disebut tes obyektif karena siapapun yang
memeriksa hasil tes akan menghasilkan skor yang sama sedangkan tes uraian
hasilnya dipengaruhi oleh pemberi skor (Koyan, 2011).
Menurut Koyan Tes objektif adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang
terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan
memilih salah satu atau lebih jawaban di antara beberapa kemungkinan jawaban
yang telah dipasangkan pada masing-masing items, atau dengan jalan menuliskan
(mengisikan) jawaban berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat
yang telah disediakan untuk masing-masing butir item yang bersangkutan (Koyan,
2011). Tes objektif dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu sebagai berikut,
a) tes objektif bentuk benar-salah ( True-False test), b) tes objektif bentuk
menjodohkan (Matching Test), c) tes objektif bentuk melengkapi (Completion
Test), d) tes objektif bentuk isian (Fill in Test), e) tes objektif bentuk pilihan ganda
(Multiple choice Item Test) (Koyan, 2011). Tes objektif yang banyak dipakai
dalam evaluasi hasil belajar siswa di sekolah adalah tes objektif pilihan ganda.
Tes pilihan ganda memiliki semua persyaratan sebagai tes yang baik, yakni dilihat
dari segi objektifvitas, reliabilitas, dan daya pembeda antara siswa yang berhasil
dengan siswa yang gagal atau bodoh. Sebagian besar guru merasakan bahwa tes
objektif tipe pilihan ganda juga efektif dalam mengungkap materi pembelajaran
dengan cakupan pengetahuan yang lebih kompleks, dengan tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi (Koyan, 2011).
Tes objektif bentuk pilihan ganda merupakan tes yang memiliki satu
pemberitahuan tentang suatu materi tertentu yang belum sempurna serta beberapa
alternatif jawaban yang terdiri dari kunci jawaban dan pengecoh. Tugas peserta
tes adalah memilih jawaban dari pilihan yang tersedia dan paling sesuai dengan
pernyataan yang ada dalam soal (Koyan, 2011).
Bagi guru dan praktisi pendidikan, kata “Jenjang Kognitif atau sering
disingkat “C” (dari kata Cognitive) merupakan istilah yang sangat akrab dalam
merumuskan tujuan pembelajaran. Istilah kognitif dimaksud diambil dari buku
“The Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of Educational
Goals, Handbook I: Cognitive Domain” yang dikenal dengan taksonomi belajar
yang dikemukakan oleh Bloom, Engelhart, Furst, Hill dan Krathwohl (Widodo,
2006). Selama hampir setengah abad buku itu banyak menjadi rujukan di berbagai
negara, termasuk Indonesia. Sangat banyak manfaat dari taksonomi belajar versi
Bloom ini, banyak ide yang digunakan mengacu dari taksonomi belajar versi
Bloom inilah, pada perkembangan dan temuan baru dalam dunia pendidikan.
Salah satu hasil dari pengembangan itu adalah edisi revisi buku tersebut yang
berjudul “A Taxonomy for Learning and Teaching and Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives” oleh Anderson dan Krathwohl
(Widodo, 2006)
Dalam tulisannya Widodo mencoba mengemukakan prinsip perubahan
taksonomi Bloom menjadi taksonomi Anderson, menurut Widodo perubahan dari
kata benda menjadi kata kerja itulah yang salah satu perubahan yang sangat
signifikan (Widodo, 2006). Menurut Anderson dan Krathwohl (dalam Widodo,
2006) taksonomi perlu mencerminkan berbagai bentuk atau cara berpikir dalam
suatu proses yang aktif, oleh karena itu kata kerja lebih lebih sesuai daripada kata
benda. Misalnya (menurut Bloom) merupakan hasil berpikir bukan cara berpikir
sehingga diperbaiki menjadi mengingat yang menunjukan proses berpikir tingkat
awal (Widodo, 2006).
Taksonomi kognitif Bloom terdiri dari enam tingkatan kognitif, yaitu
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis
(analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) yang kemudian Anderson
dan Krathwohl merevisinya dari satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi
proses kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge)
(Widodo, 2006).
Anderson dan Krathwohl (dalam Widodo, 2006) menklasifikasikan proses
kognitif menjadi enam kategori, yaitu ingatan (remember), pemahaman
(understand), aplikasi (apply), analisis (analyze), evaluasi (evaluate), dan
kratifitas (create). Dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,
yaitu pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual
(conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan
pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge).
Pada pendidikan formal dalam mengukur aspek kognitif siswa semuanya
telah dirumuskan dalam kurikulum KTSP. Walaupun dalam kurikulum KTSP
telah diberikan kewenangan kepada pihak sekolah untuk merumuskan indikator-
indikator pembelajaran dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang
telah ditetapkan, namun selama ini dalam merumuskan setiap indikator-indikator
dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar itu masih ada kesulitan dan
ketidakpuasan guru pada taksonomi bloom yang menjadi pedoman umum KTSP,
hal ini disebabkan ketidakleluasaan guru untuk merumuskan butir-butir tes dari
setiap indikator menjadi lebih bervariasi karena dimensi pengetahuan masih
disatukan dengan setiap jenjang proses kognitif, bahkan jenjang pengetahuan
jarang sekali dimunculkan dan dimasukan pada jenjang paling bawah. Sementara
menurut Anderson dan Krathwohl dalam Widodo (2006) dimensi pengetahuan
dan dimensi proses kognitif merupakan dua hal yang berbeda namun sama
pentingnya dalam proses pembelajaran, sebab dimensi pengetahuan merupakan
kata benda sedangkan dimensi proses kognitif merupakan kata kerja.
Berkaitan dengan penilaian dan evaluasi, instrumen tes merupakan elemen
yang memiliki peranan penting. Oleh karena itu instrumen tes sebagai sebagai alat
ukur haruslah memenuhi syarat-syarat yang memang telah ditetapkan. Namun
sungguh disayangkan, sudah bukan rahasia lagi jika instrumen tes yang sering
digunakan untuk penilaian oleh guru-guru secara umum hampir diseluruh
indonesia hanya dibuat secara dadakan, tanpa mempertimbangkan kelayakan tes
sebagai alat ukur. Tahapan perumusan instrumen tes dimulai dari perumusan kisi-
kisi dan validasi tes kurang diperhatikan dan bahkan tidak dilakukan sama sekali
sehingga jarang sekali didapatkan instrumen tes yang sudah memenuhi syarat
seperti yang telah ditentukan.
Melihat fenomena ini, muncullah sebuah keinginan untuk melakukan
penelitian pengembangan untuk menghasilkan sebuah instrumen tes yang layak
dan telah memenuhi ketetapan-ketetapan yang sesuai aturan yang berlaku.
Penelitian pengembangan ini akan dicobakan dengan menggunakan taksonomi
Anderson dan Krathwohl dalam merumuskan Standar kompetensi dan kompetensi
dasar melalui kisi-kisi yang untuk menghasilkan butir-butir tes. Diharapkan
rumusan kisi-kisi dengan taksonomi Anderson dan Kratwohl lebih memungkinkan
pembuatan butir tes yang bervariasi untuk setiap jenis proses kognitif. Apabila
dalam taksonomi bloom, hanya dikenal jenjang C1, C2, C3, dan seterusnya.
Dalam taksonomi yang baru tiap jenjang menjadi empat kali lipat sebab ada empat
macam pengetahuan. Guru yang membuat soal jenjang C1, kini bisa
memvariasikan soalnya, menjadi C1-faktual, C1-konseptual, C1-prosedural, C1-
metakognitif, dan seterusnya.
Untuk mempermudah penelitian ini, fokus penelitian hanya pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar membaca siswa dalam bahasa inggris yang
dirumuskan dalam ke dalam indikator-indikator butir tes. Hasil penelitian ini
diharapkan menjadi prototype dalam menggunakan taksonomi Anderson dan
Krathwohl dalam merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam
indikator-indikator butir tes yang diinginkan terutama tes pilihan ganda.
Dalam penelitian ini fokus peneliti hanya membahas terkait pada
pengembangan tes objektif pilihan ganda yang dibedah secara empiris konseptual
mengenai, proses pengembangan tes objektif pilihan ganda yang valid dan reliabel
berbasiskan taksonomi Anderson dan Krathwohl pada SMP kelas VIII di
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan
masalah utamanya yaitu, bagaimanakah mengembangkan tes objektif pilihan
ganda berbasis taksonomi Anderson dan Krathwohl untuk kemampuan membaca
Bahasa Inggris kelas VIII SMP di Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah?.
Masalah utama tersebut dijabarkan menjadi tiga masalah khusus yaitu:
1) Bagaimanakah kisi-kisi tes objektif pilihan ganda yang berdasarkan
taksonomi Anderson dan Krathwohl?
2) Apakah Validasi tes berdasarkan taksonomi Anderson dan Krathwohl sudah
terpenuhi? yang meliputi:
a) Validitas isi dengan melakukan uji judges
b) Uji empirik dengan melakukan uji validitas butir, uji tingkat kesukaran
butir, daya beda dan uji efektivitas pengecoh, semuanya sudah memenuhi
syarat seperti yang telah ditentukan?
3) Apakah reliabilitas tes objektif pilihan ganda berdasarkan taksonomi
Anderson dan Krathwohl sudah memenuhi syarat?
II. METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dikategorikan ke dalam studi penelitian dan pengembangan,
langkah-langkah yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini yaitu pendapat
sugiyono. Mengacu dari rancangan yang dikemukakan oleh Sugiyono inilah
dibuat sebuah rancangan penelitian untuk pengembangan tes objektif pilihan
ganda ini dengan gambar seperti berikut ini.
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Pengembangan Tes
Populasi dan Sampling
Dalam penelitian dan pengembangan penentuan sampel harus disesuaikan
dengan butir instrumen yang akan dikembangkan. menurut Nunnanly banyaknya
sampel untuk penelitian adalah 5 sampai 10 kali lipat banyaknya butir yang
hendak dikembangkan atau dianalisis (dalam Rajeg, 2006:85). Sementara Comrey
(dalam Rajeg, 2006: 85) membuat patokan besar sampel seperti berikut.
Tabel. 3.1 Patokan Besar Sampel
Besar sampel Kualitas 50 Sangat Kurang
100 kurang 200 Cukup 300 Baik 500 Sangat Baik 1000 Unggul
(Sumber: Nunnaly dalam Rajeg, 2006)
Studi Kepustakaan
Penulisan Butir Tes
Uji Ahli (Uji Validitas Isi)
Revisi I Uji Terbatas
Uji Coba lebih luas
Analisis: - Validitas Butir - Uji reliabilitas - Taraf kesukaran - Daya beda - Efektivitas
pengecoh Administrasi tes bentuk akhir
- Seleksi dan perakitan tes - Tes yang telah reliabilitas
Pembuatan Kisi-kisi
Revisi II
Objeknya pada penelitian yaitu pada perancangan tes pilihan ganda dalam
mata pelajaran bahasa inggris dikhususkan pada membaca pemahaman siswa di
semester genap dengan menganalisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
dalam mata pelajaran bahasa inggris semester genap dan yang akan menjadi
subjek penelitian hanya difokuskan pada SMP kelas VIII yang berada di
kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah. Penelitian akan dilakukan 2 kali
dalam hal ini untuk pengujian instrumen tes (uji empirik pertama dengan sampel
terbatas dan empirik kedua dengan jumlah sampel lebih besar).
Penelitian ini pengambilan sampel berdasarkan tehnik cluster sampling.
Yang akan dijadikan sampel penelitian yaitu siswa di tingkat SMP kelas VIII yang
mewakili populasi penelitian dari yang telah dipilih. Adapun pengambilan sampel
pada populasi penelitian dipilih berdasarkan klasifikasi sebagai berikut, SMP di
pedesaan, kecamatan dan Kabupaten.
Penentuan besaran sampel dalam penelitian ini mengacu pada pendapat
Nunnaly oleh karena itu karena dalam penelitian ini jumlah butir tes yang akan
dikembangkan atau dianalisis adalah 50, jadi jumlah sampel pada penelitian 5-10
x 50. Untuk memudahkan penelitian ini, angka standar akan digunakan dikalikan
jumlah butir, 5 x 50 = 250. Jadi jumlah sampel pada penelitian ini adalah 250
orang siswa yang termasuk dalam populasi.
Tabel 4. 1 Sampel Pada Uji Empirik Pertama
No Nama Pedesaan Kecamatan Kabupaten Jumlah kelas
Jumlah siswa
A B C D E F G SMP Negeri 1
Pamona Barat
1 25
Tabel 4. 2 Sampel Pada Uji Empirik Kedua
No Nama Pedesaan Kecamatan Kabupaten Jumlah kelas
Jumlah siswa
A B C D E F G SMP Satu Atap
Matia lemba SMP Satu Atap Masewe SMP Satu Atap Tampemadoro SMP Satu Atap Barati
1
1
1
1
21
20
20
21
SMPN 2 Pamona Timur SMP 2 Kr. GKST Pamona Utara
2
2
42
42
SMPN 1 Poso Kota 4 84
Studi Kepustakaan
Aspek kognitif pada penelitian ini hanya pada aspek membaca yang akan
di ukur, mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar membaca yang
ada dalam bahasa inggris SMP kelas VIII semester genap.
Ada begitu banyak pendapat para ahli mengenai metode untuk mengukur
membaca pemahaman siswa, agar pada penelitian ini tidak terjadi tumpang tindih
pemahaman oleh karena itu dalam mengukur membaca pemahaman hanya akan
berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Farr.
Adapun Farr (dalam Djiwandono, 1998:98) mengemukakan bahwa untuk
mengukur pemahaman bacaan di antaranya haruslah berisi pertanyaan tentang
pandangan atau maksud pengarang dan pertanyaan tentang kesimpulan bacaan.
Secara terinci Farr membagi pertanyaan itu menjadi sembilan, yaitu :
1) Pengetahuan tentang makna kata;
2) Kemampuan memilih makna yang dimiliki kata atau frasa dalam latar
kontekstual khusus;
3) Kemampuan untuk memilih atau memahami susunan dari bacaan dan
identitas sebelumnya dan kesimpulan-kesimpulan di dalamnya.
4) Kemampuan menyeleksi gagasan pokok melalui bacaan;
5) Kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dijawab khusus dalam
suatu bacaan;
6) Kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dalam bacaan,
tetapi tidak pada setiap kata-kata yang mana pertanyaan dijawab;
7) Kemampuan menyimpulkan dari bacaan tentang isinya;
8) Kemampuan mengingat apa yang ditulis dalam bacaan dan maksud dan suara
hati pengarang, dan
9) Kemampuan menentukan tujuan-tujuan pengarang, maksud pengarang, dan
pandangan pengarang, yaitu membuat kesimpulan-kesimpulan tentang suatu
tulisan.
Untuk mengukur membaca pemahaman siswa disesuaikan dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar membaca dalam bahasa inggris pada siswa
SMP kelas VIII semester genap dalam silabus.
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: (1) untuk mendeskripsikan
tahapan pengembangkan tes objektif pilihan ganda berbasis taksonomi Anderson
dan Krathwohl untuk kemampuan membaca Bahasa Inggris kelas VIII SMP di
Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah. 2) untuk mendeskripsikan validity
content pengembangan tes objektif pilihan ganda berbasis taksonomi Anderson
dan Krathwohl untuk kemampuan membaca Bahasa Inggris kelas VIII SMP di
Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah, (3) untuk mendeskripsikan validitas
dan reliabilitas empiris pengembangkan tes objektif pilihan ganda berbasis
taksonomi Anderson dan Krathwohl untuk kemampuan membaca Bahasa Inggris
kelas VIII SMP di Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah, dan (4) untuk
mendeskripsikan uji taraf kesukaran butir, daya beda dan uji efektifitas pengecoh
pada tes objektif pilihan ganda berbasis taksonomi Anderson dan Krathwohl
untuk kemampuan membaca Bahasa Inggris kelas VIII SMP di Kabupaten Poso
Propinsi Sulawesi Tengah.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengolahan dan Analisis Data
Pertama, Uji validitas isi dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian
antara teori dan butir tes yang dibuat.
Dari penilaian pakar terhadap tes objektif pilihan ganda yang berjumlah 54
butir tes, semua butir tes dinyatakan relevan oleh kedua pakar dari butir tes nomor
1 – 54. Walaupun semua butir dinyatakan relevan oleh kedua pakar, namun
terdapat beberapa masukan dari kedua pakar, yakni: (1) tiap indikator, minimal
diwakili 3 butir pertanyaan yang setara, (2) menutup kata diakhir kalimat
menggunakan empat titik, di tengah kalimat tiga titik, (3) perhatikan penggunaan
huruf kapital dalam penulisan butir soal (lihat lampiran 4).
Dengan adanya koreksi dan saran dari kedua pakar pada butir tes,
dilakukan sedikit revisi untuk memenuhi validitas isi seperti yang diharapkan,
sesudah itu dilanjutkan dengan analisis validitas isi untuk mengetahui tingkat
efisiensinya dengan menggugunakan tehnik yang dikembangkan oleh Gregory
Tabel 4.3 Uji Pakar Dengan Formula Gregory
Pakar I: Prof. Dr. I Wayan Koyan, M.Pd
Pakar II: Prof. Dr. AAIN Marhaeni, MA
KR SR KR A (0) B (0) SR C (0) D (54)
Keterangan: 1. KR : Kurang Relevan 2. SR : Sangat Relevan
Dari rekapitulasi di atas diketahui A= 0, B= 0, C = 0, D = 54
Validitas isi = = = 1,00
Koefisien bergerak dari + s/d 1, dengan kriteria : 0,9 – 1,0 sangat tinggi 0,6 – 0,89 tinggi 0,4 – 0,59 sedang 0,2 – 0,39 rendah 0,0 – 0,19 sangat rendah
Dengan demikian mengacu dari kriteria yang ditetapkan dapat dikatakan
bahwa validitas isi yang koefisiennya 1,00 tergolong sangat baik.
Uji Empirik Pertama
Uji empirik pertama dilakukan untuk mendapatkan data awal seberapa
dalam tingkat validitas butir dan reliabilitas butir. Pada penelitian ini, uji empirik
pertama ini diberikan pada sampel terbatas yang berjumlah 25 orang. Sesudah
butir tes diujikan, butir tes akan dianalisis dengan langkah -langkah sebagai
berikut.
Uji Validitas Butir Pada Uji Pertama
Validitas butir tes dianalisis dengan mengkorelasikan sekor butir dengan
sekor total yang diperoleh respon. Rumus yang akan digunakan sebagai berikut.
Keterangan:
Mp = Rerata sekor total dari subjek yang menjawab betul butir yang dicari validitasnya. Mt = rerata sekor total St = Standar deviasi sekor total p = proporsi siswa yang menjawab benar butir yang dicari validitasnya q = proporsi siswa yang menjawab salah butir yang dicari validitasnya (q = 1-p)
Dalam uji validitas butir tes ini, tiap butir dianalisis dengan menggunakan
korelasi point biserial melalui program microsoft office excel, dengan n= 25 pada
taraf signifikansi 0,05 didapatkan r tabel =0,396. Hasil analisis dapat di lihat pada
tabel di bawah ini.
qp
sMM
rt
tppbi
Tabel 4.4 Butir Tes yang Valid/Drop pada Empirik Pertama
Butir r-pbi Pada r-tabel 25 (0,05) Ket
1 0,544 0,396 Valid 2 0,609 0,396 Valid 3 0,764 0,396 Valid 4 0,548 0,396 Valid 5 0,461 0,396 Valid 6 0,514 0,396 Valid 7 0,208 0,396 Drop 8 0,489 0,396 Valid 9 0,466 0,396 Valid
10 0,764 0,396 Valid 11 0,594 0,396 Valid 12 0,583 0,396 Valid 13 0,071 0,396 Drop 14 0,556 0,396 Valid 15 0,764 0,396 Valid 16 0,474 0,396 Valid 17 0,664 0,396 Valid 18 0,454 0,396 Valid 19 0,501 0,396 Valid 20 0,446 0,396 Valid 21 0,559 0,396 Valid 22 0,461 0,396 Valid 23 0,734 0,396 Valid 24 0,594 0,396 Valid 25 0,525 0,396 Valid 26 0,508 0,396 Valid 27 0,550 0,396 Valid 28 0,474 0,396 Valid 29 0,474 0,396 Valid 30 0,594 0,396 Valid 31 0,466 0,396 Valid 32 0,533 0,396 Valid 33 0,462 0,396 Valid 34 0,746 0,396 Valid 35 0,507 0,396 Valid 36 0,694 0,396 Valid 37 0,474 0,396 Valid
Tabel Lanjutan
Butir r-pbi Pada r-tabel 25 (0,05) Ket
38 0,120 0,396 Drop 39 0,396 0,396 Valid 40 0,483 0,396 Valid 41 0,432 0,396 Valid 42 0,415 0,396 Valid 43 0,452 0,396 Valid 44 0,427 0,396 Valid 45 0,412 0,396 Valid 46 0,489 0,396 Valid 47 0,746 0,396 Valid 48 0,616 0,396 Valid 49 0,491 0,396 Valid 50 0,462 0,396 Valid 51 0,715 0,396 Valid 52 0,612 0,396 Valid 53 -0,199 0,396 Drop 54 0,605 0,396 Valid
Hasil analisis menunjukan bahwa uji validitas butir dari 54 butir tes
terdapat 50 butir tes yang valid yakni: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16,
17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39,
40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 54, dan terdapat 4 butir tes yang
drop atau gugur yakni; 7, 13, 38 dan 53.
Uji Reliabilitas tes
Langkah berikut dari rangkaian uji empirik pertama, yaitu uji reliabilitas
butir. Reliabilitas hakikatnya bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya atau memiliki keajegan. Uji reliabilitas ini dilakukan
setelah didapatkan butir-butir yang dinilai valid, dari 54 butir tes setelah di uji
validitasnya didapatkan 50 butir tes yang valid.
Untuk menganalisis tingkat reliabilitas butir digunakan formula KR-20,
Formula KR-20 adalah seperti berikut: r1.1 = ∑
Untuk menganalisis reliabilitas butir, dilakukan perhitungan secara manual
dengan mengambil beberapa harga tertentu dalam perhitungan microsoft office
excel, dapat diketahui, n = 25, k = 50, ∑ 푝푞 = 11,6896
Jadi,
SD = 25 ∑푋2− (∑푋)2
푛 (푛−1) = 25 ∑15270 − (581)25 (24−1)
SD = 381750−268324 600 = 113426
600
SD = 189,035 = 13,749
SD2 = (13,749)2
SD2 = 189,035
r 1.1 = 푘푘−1
푆퐷푡 2− ∑푝푞푆퐷푡2
= 5050−1
189,035−11,6896 189,035
r 1.1 = 0,957308 = 0,96
Keterangan: r1.1 = koefisien reliabilitas tes n = banyaknya testee k = banyak butir tes SDt = varian total tes p = proporsi testee yang menjawab benar q = proporsi testee yang menjawab salah pq = pxq
Kriteria derajat reliabilitas tes atau instrumen evaluasi dapat digunakan
kriteria yang dibuat oleh Guiford dalam Candi (2010:107), seperti berikut ini:
r 1.1 ≤ 0,20, derajat reliabilitas sangat rendah
0,20 ≤ 0,40, derajat reliabilitas rendah
0,40 ≤ 0,60, derajat reliabilitas sedang
0,60 ≤ 0,80, derajat reliabilitas tinggi
0,80 ≤ 1,00, derajat reliabilitas sangat tinggi,
Mengacu dari kriteria yang dibuat oleh Guiford, pada uji reliabilitas
instrumen telah didapatkan r 1.1 = 0,95, jadi instrumen yang telah diujicobakan
terbatas ini memiliki reliabilitas atau keajegan atau konsistensi yang sangat tinggi
(lihat lampiran 6).
Uji Empirik Kedua
Pada Uji kedua ini dilakukan untuk lebih mengetahui seberapa lebih dalam
tingkat kevalidan dan reliabilitas butir tes, oleh karena itu pada tahap ini
pengujian butir tes diberikan pada sampel yang berjumlah cukup besar
disesuaikan dengan pendapat Nunnaly bahwa banyaknya sampel untuk penelitian
adalah 5 sampai 10 kali lipat banyaknya butir yang hendak dikembangkan atau
dianalisis (Koyan, 2011). Dalam penelitian ini jumlah butir tes yang akan
dikembangkan atau dianalisis adalah 50 setelah 4 butir tes dinyatakan gugur pada
uji empirik pertama, dengan jumlah sampel pada penelitian 5-10 x 50. Pada
penelitian ini, angka standar akan digunakan untuk dikalikan jumlah butir, 5 x 50
= 250. Jadi jumlah sampel pada penelitian ini adalah 250 orang siswa yang
termasuk dalam populasi. Setelah dilakukan pengujian butir tes pada sampel,
pengujian empirik kedua ini akan dianalisis melalui lima tahapan, meliputi: 1) uji
validitas butir, 2) uji reliabilitas butir, 3) uji taraf kesukaran butir, 4) uji daya
beda, dan 5) efektivitas pengecoh.
Uji Validitas Butir
Proses analisis uji validitas butir pada uji empirik kedua ini sama halnya
dengan proses analisis uji validitas butir pada uji empirik pertama, validitas butir
tes ini pun tiap butir dihitung dengan mengkorelasikan sekor butir dengan sekor
total yang diperoleh respon. Sekor butir tes objektif berupa skala dikotomi,
sedangkan sekor totalnya berupa skala interval yakni jumlah sekor butir. Oleh
karena itu, tehknik korelasi yang digunakan untuk menghitung validitas butir tes
objektif (Candiasa, 2010:96). Rumus yang akan digunakan untuk menghitung
validitas tiap butir, sebagai berikut.
Keterangan: Mp = Rerata sekor total dari subjek yang menjawab betul butir
yang dicari validitasnya.
Mt = rerata sekor total
St = Standar deviasi sekor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar butir yang dicari
validitasnya
q = proporsi siswa yang menjawab salah butir yang dicari
validitasnya (q = 1-p)
qp
sMM
rt
tppbi
Uji validitas butir tes ini dihitung dengan menggunakan korelasi point
biserial melalui program microsoft office excel, dengan n= 200 pada taraf
signifikansi 0,05 didapatkan r-tabel =0,138, hasil butir yang valid dapat dilihat
seperti di bawah ini.
Tabel 4.5 Butir Tes yang Valid/Drop Pada Uji Empirik Kedua
Butir r-pbi Pada r-tabel 200 (0,05) Ket
1 0.351 0.138 Valid 2 0.330 0.138 Valid 3 0.047 0.138 Drop 4 0.478 0.138 Valid 5 0.220 0.138 Valid 6 0.412 0.138 Valid 7 0.083 0.138 Drop 8 0.420 0.138 Valid 9 0.571 0.138 Valid
10 0.355 0.138 Valid 11 0.373 0.138 Valid 12 0.210 0.138 Valid 13 0.056 0.138 Drop 14 0.033 0.138 Drop 15 0.096 0.138 Drop 16 0.325 0.138 Valid 17 0.004 0.138 Drop 18 0.365 0.138 Valid 19 0.041 0.138 Drop 20 0.314 0.138 Valid 21 0.215 0.138 Valid 22 0.301 0.138 Valid 23 0.323 0.138 Valid 24 0.331 0.138 Valid 25 0.501 0.138 Valid 26 0.504 0.138 Valid 27 0.355 0.138 Valid 28 0.202 0.138 Valid 29 0.560 0.138 Valid
Tabel Lanjutan
Butir r-pbi Pada r-tabel 200 (0,05) Ket
30 0.455 0.138 Valid 31 0.139 0.138 Valid 32 0.214 0.138 Valid 33 0.411 0.138 Valid 34 0.077 0.138 Drop 35 0.211 0.138 Valid 36 0.254 0.138 Valid 37 0.316 0.138 Valid 38 0.417 0.138 Valid 39 0.078 0.138 Drop 40 0.493 0.138 Valid 41 0.425 0.138 Valid 42 0.365 0.138 Valid 43 0.539 0.138 Valid 44 0.255 0.138 Valid 45 0.451 0.138 Valid 46 -0.071 0.138 Drop 47 0.174 0.138 Valid 48 0.226 0.138 Valid 49 0.280 0.138 Valid 50 0.103 0.138 Drop
Hasil analisis uji validitas butir pada uji empirik II ini menunjukan dari 50
butir tes didapatkan 39 butir tes yang valid yakni: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12,
16, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 40, 41,
42, 43, 44, 45, 47, 48 dan 49. Kemudian terdapat 11 butir tes yang gugur atau
drop yakni; dan 7, 13, 14, 15, 17, 19, 34, 39, 46 dan 50.
Uji Taraf Kesukaran Butir
Uji taraf kesukaran butir dilakukan dengan maksud untuk dapat
membedakan mana butir yang masuk dalam kriteria mudah, sedang dan sukar.
Untuk menganalisis uji taraf kesukaran butir dilakukan dengan memperhitungkan
banyak yang menjawab butir tersebut dengan benar (candiasa, 2010). Rumus yang
digunakan yaitu, I = 퐵푁
Keterangan:
I = Indeks Kesukaran Butir B = Banyaknya jumlah siswa yang menjawab butir tersebut dengan benar N = Jumlah siswa yang mengikuti tes
Tabel 4.6 Taraf Kesukaran Butir
Butir B N I Keterangan
1 120 250 0,48 Sedang 2 186 250 0,74 Mudah 3 119 250 0,48 Sedang 4 91 250 0,36 Sedang 5 130 250 0,52 Sedang 6 146 250 0,58 Sedang 7 99 250 0,40 Sedang 8 101 250 0,40 Sedang 9 68 250 0,27 Sukar
10 169 250 0,68 Sedang 11 130 250 0,52 Sedang 12 60 250 0,24 Sukar 13 35 250 0,14 Sukar 14 45 250 0,18 Sukar 15 80 250 0,32 Sedang 16 151 250 0,60 Sedang 17 60 250 0,24 Sukar 18 161 250 0,47 Sedang 19 45 250 0,18 Sukar 20 104 250 0,42 Sedang 21 52 250 0,21 Sukar 22 108 250 0,43 Sedang 23 59 250 0,24 Sukar 24 173 250 0,69 Sedang
Tabel Lanjutan
Butir B N I Keterangan
25 126 250 0,50 Sedang 26 135 250 0,54 Sedang 27 131 250 0,52 Sedang 28 140 250 0,56 Sedang 29 94 250 0.38 Sedang 30 110 250 0,44 Sedang 31 158 250 0,63 Sedang 32 65 250 0,26 Sukar 33 121 250 0,48 Sedang 34 109 250 0,44 Sedang 35 58 250 0,23 Sukar 36 39 250 0,56 Sedang 37 75 250 0,30 Sukar 38 82 250 0,33 Sedang 39 40 250 0,16 Sukar 40 88 250 0,35 Sedang 41 94 250 0,38 Sedang 42 66 250 0,26 Sukar 43 78 250 0,31 Sedang 44 87 250 0,34 Sedang 45 93 250 0,37 Sedang 46 47 250 0,19 Sukar 47 71 250 0,28 Sukar 48 49 250 0,20 Sukar 49 94 250 0,38 Sedang 50 86 250 0,34 Sedang
Kriteria yang digunakan untuk dapat mengidentifikasi kelas butir adalah
sebagai berikut:
Butir dengan P 0,00 – 0,30 tergolong sukar
Butir dengan P 0,31 – 0,70 tergolong sedang
Butir dengan P 0,71 – 1,00 tergolong mudah
Mengacu pada kriteria yang telah ditentukan dilihat pada tabel di atas
terdapat 1 butir tes yang kategorinya mudah (butir soal no. 2), 33 butir tes kategori
sedang (butir 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29,
30, 31, 33, 34, 36, 38, 40, 41, 43, 44, 45, 49 & 50) dan 16 butir kategori sukar
(butir 9, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 32, 35, 37, 39, 42, 46, 47 & 48),
Uji Daya Beda
Menurut Candiasa (2010:85) analisis daya beda butir merupakan
pengkajian butir-butir tes yang dimaksudkan untuk mengetahui kesanggupan butir
tes untuk membedakan peserta tes yang tergolong mampu dengan peserta tes yang
tergolong tidak mampu. Butir tes yang baik harus mampu membedakan peserta
tes yang mampu dan peserta tes yang tidak mampu. Dengan kata lain, butir tes
yang baik seharusnya dijawab benar oleh peserta tes yang dianggap mampu dan
dijawab salah oleh peserta tes yang tidak mampu.
Sebelum dicari indeks kesukaran butir, data dibagi dalam 2 kelompok
yaitu kelompok atas dan kelompok bawah. butir tes yang diambil untuk di bagi
dalam kedua kelompok hanya butir tes yang valid. Kelompok atas dan bawah
diperoleh dengan merangking peserta berdasarkan sekor total yang diperoleh,
kemudian 27% dari siswa yang memperoleh sekor tinggi diambil sebagai
kelompok tinggi responden dan 27% dari siswa yang memperoleh sekor rendah
diambil sebagai kelompok rendah. Responden (peserta tes) sebanyak 250 orang,
sehingga kelompok tinggi dan rendah masing-masing di ambil berdasarkan 27% x
250 = 68 responden.
Indeks daya beda butir dinyatakan dengan d dan dihitung dengan
menggunakan rumus, d =
Keterangan d = indeks daya beda U = banyak kelompok atas yang menjawab butir dengan benar L = banyak kelompok bawah yang menjawab butir dengan benar N = banyak peserta tes
Tabel 4.7 Hasil Uji Daya Beda
NOMOR BUTIR U L N D Keterangan
1 49 17 250 0,13 Lemah 2 64 36 250 0,11 Lemah 4 50 11 250 0,16 Lemah 5 40 26 250 0,07 Lemah 6 58 23 250 0,14 Lemah 8 49 16 250 0,13 Lemah 9 44 5 250 0,16 Lemah 10 61 33 250 0,11 Lemah 11 54 17 250 0,15 Lemah 12 24 13 250 0,04 Lemah 16 59 26 250 0,13 Lemah 18 50 14 250 0,14 Lemah 20 46 19 250 0,11 Lemah 21 13 7 250 0,02 Lemah 22 43 17 250 0,10 Lemah 23 29 5 250 0,10 Lemah 24 62 31 250 0,12 Lemah 25 67 11 250 0,22 Cukup 26 64 11 250 0,21 Cukup 27 52 24 250 0,11 Lemah 28 46 28 250 0,07 Lemah 29 59 6 250 0,21 Cukup 30 53 13 250 0,17 Lemah 31 51 37 250 0,06 Lemah 32 25 13 250 0,05 Lemah
Tabel Lanjutan
NOMOR BUTIR U L N D Keterangan
33 52 15 250 0,15 Lemah
35 25 8 250 0,07 Lemah
36 16 5 250 0,04 Lemah
37 31 9 250 0,10 Lemah
38 43 8 250 0,14 Lemah
40 47 9 250 0,15 Lemah
41 48 8 250 0,16 Lemah
42 33 9 250 0,10 Lemah
43 53 6 250 0,19 Lemah
44 35 22 250 0,05 Lemah
45 47 10 250 0,15 Lemah
47 21 8 250 0,05 Lemah
48 22 6 250 0,06 Lemah
49 44 18 250 0,10 Lemah
Untuk dapat mengidentifikasi uji daya beda digunakan kriteria yang
dikemukakan oleh Sudijono (2011:189).
Kurang dari 0,20 Butir memiliki daya beda yang lemah sekali
0,20 – 0,40 Butir memiliki daya beda yang cukup
0,40 – 0,70 Butir memiliki daya beda yang baik
0,70 – 1,00 Butir memiliki daya beda yang baik sekali
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan Sudijono tersebut, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut. Terdapat 36 butir yang daya bedanya kurang yakni
butir; 1, 2, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 16, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 30, 31, 32,
33, 35, 36, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 48, 49. Dan terdapat 3 butir yang
berkategori cukup yakni butir; 25, 26 dan 29 (lihat lampiran 10).
Uji Efektivitas Pengecoh
Uji efektifitas pengecoh seperti yang dikemukakan oleh Candiasa (2010),
analisis efektivitas pengecoh (distractor) atau analisis pola jawaban dilakukan
dengan menghitung peserta tes yang memilih tiap alternatif jawaban pada masing-
masing butir. Kriteria pengecoh yang baik adalah apabila pengecoh tersebut
dipilih oleh paling sedikit 5% dari peserta tes.
Pada penelitian ini adapun banyak peserta tes 250 orang, 5% dari 250
orang responden adalah 12,50 dibulatkan menjadi 13 orang. Jadi tiap butir
pengecoh minimal dipilih oleh 13 orang peserta tes. Berdasarkan jawaban siswa
didapatkan hasil seperti berikut ini.
Tabel 4.8 Hasil Uji Efektivitas Pengecoh
NOMOR BUTIR
YANG VALID
PILIHAN JAWABAN KUNCI ퟓ
ퟏퟎퟎ풙ퟐퟓퟎ
NOMOR BUTIR
YANG VALID A B C D
B1 59 112 32 47 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B2 186 13 17 34 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B4 59 94 34 63 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B5 24 74 131 21 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B6 148 38 30 34 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B8 100 55 51 44 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B9 76 48 59 67 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B10 26 35 173 16 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B11 49 127 25 49 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B12 44 83 63 60 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
Tabel Lanjutan
NOMOR BUTIR
YANG VALID
PILIHAN JAWABAN KUNCI ퟓ
ퟏퟎퟎ풙ퟐퟓퟎ
NOMOR BUTIR
YANG VALID A B C D
B16 149 41 38 22 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B18 114 49 40 47 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B20 73 30 43 104 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B21 84 49 46 71 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B22 74 110 35 31 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B23 66 71 57 56 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B24 28 19 173 30 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B25 47 38 36 129 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B26 48 136 46 20 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B27 29 47 130 44 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B28 31 30 49 140 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B29 35 87 91 37 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B30 33 61 109 47 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B31 161 32 25 32 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B32 65 58 66 61 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B33 47 119 54 30 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B35 64 72 72 42 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B36 51 105 42 52 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B37 68 44 74 64 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B38 78 86 49 37 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B40 90 73 40 47 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B41 44 88 60 58 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B42 95 34 48 73 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B43 64 63 44 79 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B44 37 82 92 39 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B45 47 38 70 95 D 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B47 68 77 68 37 A 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B48 82 53 61 54 B 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
B49 68 49 96 37 C 12,5 = 13 Semua pengecoh baik
Jika dilihat pada tabel diatas dapat dipastikan semua pengecoh yang ada
pada butir berkategori sangat baik karna tiap pengecoh dipilih oleh lebih dari 5%
peserta tes.
Uji Reliabilitas Tes
Uji reliabilitas butir pada uji empirik kedua ini sama halnya dengan proses
analisis pada uji reliabilitas butir pada uji empirik pertama yaitu dilakukan setelah
didapatkan butir-butir yang dinilai valid, dari 50 butir tes setelah di analisis
validitasnya didapatkan 39 butir tes yang valid.
Untuk menganalisis tingkat reliabilitas butir digunakan formula KR-20
Formula KR-20 adalah seperti berikut: r1.1 = ∑
Perhitungan secara manual dengan mengambil beberapa harga tertentu
dalam pertungan microsoft office excel, diketahui n = 250, k = 39, ∑푝푞 =
11,6896, jadi
SD = 푛 ∑푋2− (∑푋)2
푛 (푛−1) = 250 ∑75664 − (4018)2
250 (250−1)
SD = 18916000−16144324 6000 = 2771676
6000
SD = √46,1946 = 6,797
푆퐷푡2 = (6,797)2
푆퐷푡2 = 46,1946
r 1.1 = 푘푘−1
푆퐷푡 2− ∑푝푞푆퐷푡2
= 39−146,1946−8,606272
46,1946
r 1.1 = 0,835108 = 0,84
Keterangan: r1.1 = koefisien reliabilitas tes n = banyaknya testee k = banyak butir tes SDt = varian total tes p = proporsi testee yang menjawab benar q = proporsi testee yang menjawab salah pq = pxq
Kriteria derajat reliabilitas tes atau instrumen evaluasi dapat digunakan
kriteria yang dibuat oleh Guiford (1951) (Candi, 2010:107), seperti berikut ini:
r 1.1 ≤ 0,20, derajat reliabilitas sangat rendah
0,20 ≤ 0,40, derajat reliabilitas rendah
0,40 ≤ 0,60, derajat reliabilitas sedang
0,60 ≤ 0,80, derajat reliabilitas tinggi
0,80 ≤ 1,00, derajat reliabilitas sangat tinggi,
Mengacu dari kriteria yang dibuat oleh Guiford, pada uji reliabilitas
instrumen telah didapatkan r 1.1 = 0,84, jadi instrumen yang telah diujicobakan
terbatas ini memiliki reliabilitas atau keajegan atau konsistensi yang sangat tinggi
(lihat lampiran. 8 ).
Dari keseluruhan hasil analisis di atas, dalam penelitian pengembangan ini
dirumuskan simpulan sebagai berikut, terdapat 11 butir yang harus
dipertimbangkan untuk digunakan yakni butir 2, 9, 12, 21, 32, 35, 37, 42, 47 dan
48. Terdapat 25 butir yang memadai untuk digunakan yakni butir 1, 4, 5, 6, 8, 10,
11, 16, 18, 20, 22, 24, 27, 28, 30, 31, 33, 36, 38, 40, 41, 43, 44, 45, 49 dan
terdapat 3 butir yang sangat memadai untuk digunakan yakni butir 25, 26, dan 29.
Penarikan kesimpulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.9 Kesimpulan Hasil Analisis
Nomor Butir
Validitas Butir
Tingkat Kesukaran
Butir
Daya Beda Butir
Tingkat efektivitas Pengecoh
Keterangan
B. 1 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan B. 2 Valid Mudah Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 4 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 5 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan B. 6 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 8 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan B. 9 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 10 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan B. 11 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan B. 12 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 16 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan B. 18 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 20 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 21 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan B. 22 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 23 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 24 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 25 Valid Sedang Cukup Semua pengecoh baik Sangat memadai untuk digunakan
B. 26 Valid Sedang Cukup Semua pengecoh baik Sangat memadai untuk digunakan
B. 27 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 28 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 29 Valid Sedang Cukup Semua pengecoh baik Sangat memadai untuk digunakan
B. 30 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 31 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 32 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 33 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 35 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 36 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 37 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 38 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 40 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 41 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 42 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 43 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 44 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
B. 45 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
Tabel Lanjutan
Nomor Butir
Validitas Butir
Tingkat Kesukaran
Butir
Daya Beda Butir
Tingkat efektivitas Pengecoh
Keterangan
B. 47 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 48 Valid Sukar Lemah Semua pengecoh baik Dipertimbangkan untuk digunakan
B. 49 Valid Sedang Lemah Semua pengecoh baik Memadai untuk digunakan
Dantes (2012) mengusulkan kriteria untuk penarikan kesimpulan dalam
menentukan layak tidaknya butir tes untuk digunakan, seperti berikut ini.
Tabel 4.10 Kriteria Penarikan Kesimpulan
Kriteria butir Deskripsi
Tidak digunakan
Jika butir tidak valid, tingkat kesukaran butir sukar atau mudah, daya beda lemah sekali, dan pengecoh tidak efektif dan atau dengan kata lain, hanya salah satu dari empat faktor dalam validasi tes yang terpenuhi dan atau empat faktor dalam validasi tes tidak memenuhi syarat sama sekali.
Dipertimbangkan untuk digunakan Jika dua kriteria dari empat faktor dalam validasi tes memenuhi syarat
Memadai untuk digunakan jika tiga dari faktor dari empat faktor dalam validasi tes memenuhi syarat
Sangat memadai untuk digunakan jika semua faktor dalam validasi tes memenuhi syarat
IV. PENUTUP
Simpulan
Penelitian pengembangan tes objektif pilihan ganda dilakukan dengan
melalui beberapa tahapan, diupayakan untuk menjawab rumusan masalah serta
tujuan penelitian dapat disimpulkan seperti berikut ini.
1) Kisi-kisi tes objektif pilihan ganda yang berdasarkan taksonomi Anderson
dan Krathwohl memungkinkan pembuatan butir tes yang bervariasi untuk
setiap jenis proses kognitif. Apabila dalam taksonomi bloom, hanya dikenal
jenjang C1, C2, C3, dan seterusnya. Dalam taksonomi yang baru tiap jenjang
menjadi empat kali lipat sebab ada empat macam pengetahuan. Guru yang
membuat soal jenjang C1, kini bisa memvariasikan soalnya, menjadi C1-
faktual, C1-konseptual, C1-prosedural, C1- metakognitif, dan seterusnya.
2) Validasi tes berbasis taksonomi Anderson dan Krathwohl yang meliputi:
a) Validitas isi sudah memenuhi syarat dengan melakukan melakukan uji
judges, judges menyatakan instrumen relevan untuk diujicobakan.
b) Uji empirik instrumen pun dinyatakan sudah memenuhi syarat karena
semua ketentuan yang harus ditempuh seperti; uji validitas butir, uji
tingkat kesukaran butir, daya beda dan uji efektivitas pengecoh,
semuanya telah dilakukan seperti yang telah ditentukan.
3) Reliabilitas tes objektif pilihan ganda berdasarkan taksonomi Anderson dan
Krathwohl dinyatakan sudah memenuhi syarat dengan deskiripsi berikut ini,
dari 50 butir tes yang diuji empirik tahap II pada 250 sampel hasil analisis
menunjukan 39 butir tes yang valid, dengan tingkat reliabilitas = 0,84 itu
berarti butir tes yang telah diujikan ini masih memiliki reliabilitas atau
keajegan atau konsistensi yang sangat tinggi.
Pada penelitian ini, dari keseluruhan hasil analisis butir didapatkan ada 3 butir
tes yang didapatkan sangat memadai untuk digunakan yakni butir; 25, 26 29,
dan 25 butir tes yang dianggap memadai untuk digunakan yaitu butir : 1, 4, 5,
6, 8, 10, 11, 16, 18, 20, 22, 24, 27, 28, 30, 31, 33, 36, 38, 40, 41, 43, 44, 45,
dan 49 serta 11 butir tes yang harus dipertimbangkan untuk digunakan yakni
butir; 2, 9, 12, 21, 23, 32, 35, 37, 42, 47 dan 48.
Saran
Untuk Guru
Di sarankan kepada guru, dalam pembuatan butir tes yang akan diberikan
kepada siswa diharapkan benar-benar tes telah teruji validitas dan reliabilitasnya,
bila perlu dalam membuat tes objektif pilihan ganda dapat melakukan tahapan
yang ada pada penelitian ini.
Untuk Sekolah
Untuk menambah kompetensi guru yang ada di masing-masing sekolah,
pihak sekolah diharapkan dapat menfasilitasi guru-gurunya seperti menghadirkan
para pakar yang berkompeten, workshop mandiri, secara khusus dalam
mempelajari tentang taksonomi-taksonomi diluar taksonomi bloom.
Kepada Peneliti Lain
Jika dilihat dari proporsi pembagian, 20% mudah, 60%sedang dan 20%
sukar, instrumen ini belum dapat mengikuti hal itu. Untuk memenuhi persentase
tersebut diharapkan bagi peneliti berikut untuk melakukan pengembangan lebih
lanjut.
Penelitian pengembangan tes objektif pilihan ganda ini hal yang diukur
hanya terbatas pada salah satu aspek kognitif yang ada pada mata pelajaran bahasa
inggris, yaitu hanya mengukur membaca pemahaman siswa kelas VIII.
Diharapkan kepada peneliti lain untuk mengembangkan penelitian ini dapat
mengukur semua aspek yang ada pada setiap mata pelajaran secara kolektif.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, O. W dan David R. Krathwohln (eds.). 1976. A Taxonomy for learning, Teaching and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: San Fransisco Boston.
Annisa. N. 2009. The Correlation Between Eight Grade Students’ Reading Comprehension Achievement and Their Performance in Translating Descriptive Text at SMP Negeri 1 Palembang. Tesis. Program Pascasarja Universitas Sriwijaya.
Arikunto. Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ayu, I Gusti. 2006. Pengembangan Instrumen Asesmen Portofolio Untuk Mengukur Kemampuan Menulis Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris (Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Denpasar). Tesis. (Tidak Diterbitkan). Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Bungin, Burhan. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya). Jakarta: Kencana.
Candiasa, I Made. 2010, Pengujian Instrumen Penelitian Disertai Aplikasi ITEMAN dan BIGSTEPS. Singaraja: Unit Penerbitan Undiksha.
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga. 2012. Data Tentang Keadaan Sekolah-Sekolah Di Kabupaten Poso. Poso: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Djiwandono, P.I. 2001. Strategi Membaca Bahasa Inggris. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Esty, Dkk, 2009. Metode Pembelajaran Keterampilan Membaca Pemahaman Untuk Guru-Guru SMP Se-Kabupaten Ngawi Sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Bahasa Indonesia. Usulan PPM Kompetitif. Disampaikan pada materi Treaning of Treanir, tanggal 29 September 2009 di Ngawi.
Glass, A. L. et al. 1998, Cognition. Philippines Copyright: by Addison-Wesley Publishing Company, inc.
Hafni. 1981. Pemilihan dan Pengembangan Bahan Pengajaran Membaca. Makalah. Disajikan pada Penataran dan Lokakarya Tahap II Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) Depdikbud. Jakarta, 29 Maret 1981.
Harjasujana, A. S. Dan Yeti. M. 1997. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikdasmen Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.
Haryadi, dan Zamsani. 1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti Bagian Proyek Pengembangan PGSD.
Hillerich, R. L. 1983. The Principle’s Guide to Improving Reading Instruction. Massachussetts: Allyn and Bacon, Inc
Koyan, I Wayan. 2011. Langkah-langkah Mengkontruksi Tes dan Non Tes. Buku Ajar. (tidak diterbitkan) Singaraja: Undiksha
........................ 2011, Asesmen Dalam Pendidikan. Singaraja: Unit Penerbitan Undiksha.
Kridalaksana, H. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudijono, A. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Persada Rajawali.
Suyanu. 2006. Profil Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas II SMA Negeri di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat Ditinjau Dari Lokasi dan Jurusan. Tesis. (Tidak Diterbitkan). Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Rajeg, I Nyoman. 2006. Pengembangan Alat Pengukur Sikap Sosial dalam konteks pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan pendidikan Sosial Siswa SD kelas VI di Kota Denpasar. Tesis. (Tidak Diterbitkan). Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Soedarso, 2002. Speed Reading. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudiana, I Nyoman. 1996. Pengajaran Membaca Di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi. (Tidak Diterbitkan). Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang.
Suastika, I Nyoman. 2009. Pengembangan Instrumen Asesmen Otentik Dalam Pendidikan Kewarganegaraan Yang Bermuatan Multikultural Pada SMP Negeri Di Kota Singaraja. Tesis. (Tidak Diterbitkan). Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Sumaratih. 2006. Tentang Pengaruh Asesmen Portofolio Terhadap Kemampuan Menulis Teks Bahasa Inggris (Eksperimen Pada Siswa SMA Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2005/2006). Tesis. (Tidak Diterbitkan). Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Tarigan, H.G. 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Trissyana. 2011. The Development Of Performance Of Writting Skill Of Viii Grade Of Junior High Scholl In Singaraja. Tesis. (Tidak Diterbitkan). Singaraja: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Alexander J. E. et. al. 1998. (eds.) Teaching Reading. USA: Scot, Foresman and Company.
Widodo, A. 2005. Taksonomi Tujuan Pembelajaran. Didaktis. Bandung: Buletin Puspendik Univeristas Pendidikan Bandung.
..................... 2006. Revisi Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal. Didaktis. Bandung: Buletin Bandung Univeristas Pendidikan Bandung.