Post on 04-Oct-2021
PAPAN UNTING BERBAHAN BAKU VASCULAR
BUNDLE LIMBAH BATANG SAWIT DAN
KARAKTERISTIKNYA
SKRIPSI
BAGUS JULIANTO
151201080
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PAPAN UNTING BERBAHAN BAKU VASCULAR BUNDLE
LIMBAH BATANG SAWIT DAN KARAKTERISTIKNYA
SKRIPSI
Oleh:
BAGUS JULIANTO
151201080
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Kehuatanan
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
2021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Bagus Julianto
NIM : 151201080
Judul Skripsi : Papan Unting Berbahan Baku Vascular Bundle
Limbah Batang Sawit dan Karakteristiknya
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan
yang penulis lakukan pada bagian – bagian tertentu dari hasil karya orang lain
dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas
sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Medan, Januari 2021
Bagus Julianto
NIM: 151201080
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
ABSTRAK
BAGUS JULIANTO: Papan Unting Berbahan Baku Vascular Bundle
Limbah Batang Sawit dan Karakteristiknya, dibimbing oleh ARIF NURYAWAN
dan NANANG MASRUCHIN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik fisis dan mekanis papan
unting berbahan baku vascular bundle limbah batang sawit berperekat urea-
formaldehida (UF) 7% dengan penambahan perlakuan boraks sebagai bahan
pengawet. Metode pembuatan papan dilaksanakan skala laboratorium dengan
bahan baku vascular bundle dibedakan atas bagian pangkal (P), tengah (T) dan
ujung (U) dengan perlakuan penambahan boraks 0%, 1% dan 3%. Setelah
dilakukan pengkondisian papan unting selama dua minggu, dievaluasi sifat fisis
mekanisnya dan dilakukan pengujian FTIR (Fourier Transform Infrared) untuk
menganalisis ikatan kimia yang terjadi di dalam papan. Secara tidak terduga,
jamur tumbuh pada papan unting yang telah diberi perlakuan penambahan boraks,
oleh karena itu dilakukan identifikasi jamur dengan prosedur standar. Hasil
penelitian menunjukkan sifat fisis dengan parameter kerapatan dan kadar air
seluruhnya memenuhi standar Indonesia (SNI) dan Jepang (JIS) namun
dimensinya tidak stabil karena nilai yang ditunjukkan parameter pengembangan
tebal dan daya serap air sangat tinggi. Analisis statistik pada sifat fisis
menunjukkan tidak adanya perbedaan perlakuan pembagian bagian P, T, U
maupun penambahan pengawet. Sifat mekanis dengan parameter keteguhan lentur
(MOE) dan keteguhan patah (MOR) nilai-nilainya memenuhi standar Indonesia
(SNI), Inggris (BS), dan Kanada (CSA) namun untuk parameter kuat teguh rekat
(IB) tidak tercapai. Sebaliknya analisis statistik pada sifat mekanis menunjukkan
perbedaan perlakuan pembagian bagian P, T, U dan penambahan pengawet. Hasil
pengujian FTIR menunjukkan adanya ikatan kimia dengan terbentuknya amina
yang merupakan hasil dari reaksi antara UF dengan air. Jenis jamur yang
teridentifikasi berupa Ganoderrna sp. ditinjau dari penampakan maksroskpis
maupun mikroskopisnya. Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa pembagian segmentasi batang sawit yang berupa vascular
bundle sebagai bahan baku papan unting hanya berpengaruh pada sifat mekanis
papan. Pemberian bahan pengawet boraks hingga 3% tidak memberikan pengaruh
terhadap karakteristik sifat fisis mekanis papan dan belum cukup untuk
mengawetkan papan karena belum mampu mencegah pertumbuhan jamur.
Kata kunci: Urea Formaldehida, Vascular bundle, Ganoderma Sp, FTIR, Amina
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
ABSTRACT
BAGUS JULIANTO: Unting Board Made from Vascular Bundle Palm Oil
Waste and Its Characteristics, guided by ARIF NURYAWAN and NANANG
MASRUCHIN.
The objective of this study was to evaluate the physical and mechanical
properties characteristics of planks made of vascular bundle waste of palm oil
with 7% urea-formaldehyde (UF) adhesive with the addition of borax as a
preservative. The method of making boards was carried out on a laboratory scale
with the raw material vascular bundle divided into the base (P), middle (T) and
tip (U) with the addition of borax treatment of 0%, 1% ,and 3%. After
conditioning the strings for two weeks, their physical and mechanical properties
were evaluated and FTIR (Fourier Transform Infrared) to analyze the chemical
bonds that occurred in the boards. Unexpectedly, fungi grew on planks that had
been treated with the addition of borax, so the identification of fungi was carried
out using standard procedures. The results showed that the physical properties
with density and moisture content parameters all met the Indonesian (SNI) and
Japanese (JIS) standards, but the dimensions were unstable because the values
indicated by the thickness development parameters and water absorption were
very high. Statistical analysis on physical properties showed that there were no
differences in the treatment of the division of P, T, U parts or the addition of
preservatives. Mechanical properties with the parameters of flexural strength
(MOE) and fracture strength (MOR), the values meet the standards of Indonesia
(SNI), England (BS), and Canada (CSA) but the parameter of adhesion strength
(IB) is not achieved. Conversely, statistical analysis on mechanical properties
showed differences in the treatment of the division of P, T, U parts and the
addition of preservatives. FTIR test results indicate a chemical bond with the
formation of amines which is the result of the reaction between UF and water. The
type of fungus identified was Ganoderma sp. viewed from the maxroscopic and
microscopic appearance. Based on the overall results of this study, it can be
concluded that the division of the palm stem segmentation in the form of vascular
bundles as raw material for planks only affects the mechanical properties of the
boards. Provision of borax preservative up to 3% does not have an effect on the
mechanical physical properties of the board and it is not sufficient to preserve the
board because it has not been able to prevent fungal growth.
Keywords: Urea formaldehyde, vascular bundle, Ganoderma sp, FTIR, Amine
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Hutanabolon pada tanggal 2 Juli 1997. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara oleh pasangan Siswanto dan
Hasnaria Samosir. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 152983
Hutanabolon pada tahun 2003-2009, pendidikan tingkat Sekolah Menengah
Pertama di SMP Negeri 1 Tukka pada tahun 2009-2012, pendidikan tingkat
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tukka pada tahun 2012-2015. Pada
tahun 2015, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU melalui jalur seleksi
bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Penulis memilih minat
Departemen Teknologi Hasil Hutan. Semasa kuliah penulis pernah menjabat
sebagai staff kementerian Pengembangan masyarakat PEMA USU, sebagai
asisten praktikum Silvika dan asisten praktikum pengenalan ekosistem hutan
(PPEH). Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Hutan
Pendidikan Pondok Buluh, Kabupaten Simalungun pada tahun 2017. Pada tahun
2018 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapang (PKL) di KPH
model Yogyakarta. Selama menjalani perkuliahan penulis menjuarai beberapa
kompetisi sebagai berikut: Sebagai mahasiswa berprestasi ke-2 Fakultas
Kehutanan USU 2017-2018, juara ke-3 Pameran pekan raya ilmiah Universitas
Sumatera Utara tahun 2017, top 5 pidato kebangsaan Hut TNI ke 74 Kodam 1
/BB 2019 dan penerima dana penelitian Tanoto research award 2019. Pada awal
tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Papan Unting
Berbahan Baku Vascular Bundle Limbah Batang Sawit dan Karakteristiknya” di
bawah bimbingan Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Nanang Masruchin,
ST., MT., Ph.D.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas segala
rahmat dan rezeki yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi penelitian yang berjudul “Papan Unting Berbahan Baku
Vascular Bundle Limbah Batang Sawit dan Karakteristiknya ”. Oleh sebab itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si.,
Ph.D dan Bapak Nanang Masruchin, S.T, M.T, Ph.D selaku dosen yang telah
membimbing, memberi masukan dan arahan kepada penulis dalam menulis dan
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas
akhir di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera
Utara.
Penulis berharap, semoga pihak yang telah memberikan bantuan mendapat
balasan dari Allah SWT atas amal perbuatannya. Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Januari 2021
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................. iii
ABSTRACT ................................................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................ 2
Perumusan Masalah ......................................................................... 2
Tujuan Penelitian ............................................................................ 2
Manfaat Penelitian ........................................................................... 2
Hipotesis Penelitian ......................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
Produk Komposit Kayu .................................................................. 3
Sifat Fisis dan Mekanis Sawit ......................................................... 3
Bahan baku limbah sawit ................................................................ 3
Boraks .............................................................................................. 5
Papan Unting ................................................................................... 6
Fungi ................................................................................................ 7
METODE PENELITIAN ......................................................................... 8
Waktu dan Tempat ......................................................................... 8
Alat dan Bahan ................................................................................ 8
Prosedur Penelitian .......................................................................... 8
Prosedur Sifat Fisis ...................................................................... 11
Kerapatan ............................................................................... 11
Kadar Air ............................................................................... 11
Daya Serap Air ....................................................................... 12
Pengembanagan Tebal ........................................................... 12
Pengujian Sifat Mekanik .............................................................. 12
Keteguhan Rekat .................................................................... 12
Modulus Patah (MOR) ........................................................... 13
Modulus of Elasticity (MOE) ............................................... 13
Pengujian Keawetan ..................................................................... 14
Analisis gugus fungsi ............................................................. 14
Rancangan Percobaan .................................................................. 15
Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
Kerapatan ........................................................................................ 19
Kadar air .......................................................................................... 19
Daya Serap Air ................................................................................ 20
Pengembangan Tebal ...................................................................... 21
Internal Bond .................................................................................. 23
Modulus of Rupture ......................................................................... 25
Modulus of elastic ........................................................................... 26
Perbandingan standar OSB .............................................................. 28
Hasil identifikasi fungi .................................................................... 29
Hasil pengujian FTIR ...................................................................... 30
Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Karakteristik batang kelapa sawit ........................................................... 10
2. Keterangan pola pemotongan contoh uji ...................................................... 10
3. Perbandingan standar OSB dengan hasil uji skripsi ...................................... 10
4. Pita serapan FTIR vascular pangkal ............................................................ 30
5. Pita serapan FTIR vascular tengah .............................................................. 32
6. Pita serapan FTIR vascular ujung ................................................................ 33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur senyawa boraks ......................................................................... 5
2. Pola Pemotongan Contoh Uji ................................................................. 10
3. Pola Penyusunan Lapisan Papan Unting ................................................ 10
4. Skema Pembuatan Papan Unting .......................................................... 11
5. Pengujian Keteguhan Rekat .................................................................. 14
6. Skema alat spektroskopi FT-IR ............................................................. 14
7. Papan unting limbah batang kelapa sawit ............................................. 17
8. Grafik rerata nilai kerapatan pada papan unting ................................... 18
9. Grafik rerata nilai kadar air pada papan unting ....................................... 19
10. Grafik rerata nilai daya serap air pada papan unting............................. 20
11. Grafik rerata pengembangan tebal pada papan unting .......................... 22
12. Grafik rerata nilai internal bond pada papan unting ............................. 24
13. Grafik rerata nilai MOR pada papan unting .......................................... 25
14. Grafik rerata nilai MOE pada papan unting .......................................... 27
15. Penampakan mikroskopis dan makroskopis fungi ................................ 29
16. Grafik FTIR segmentasi pangkal ......................................................... 30
17. Struktur senyawa Urea dan Formalin .................................................... 31
18. Grafik FTIR segmentasi tengah ........................................................... 32
19. Grafik FTIR segmentasi ujung .............................................................. 32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil uji SPSS kerapatan pada papan unting ....................................... 40
2. Hasil uji SPSS kadar air pada papan unting ....................................... 40
3. Hasil uji SPSS daya serap air pada papan unting ............................... 41
4. Hasil uji SPSS pengembangan tebal pada papan unting ...................... 41
5. Hasil uji SPSS internal bond pada papan unting ................................. 42
6. Hasil uji SPSS MOR pada papan unting .............................................. 42
7. Hasil uji SPSS MOE pada papan unting ............................................ 43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah perkebunan kelapa sawit hingga saat ini belum optimal dari segi
pemanfaatannya. Menurut data BPS (2018) luas lahan sawit di Indonesia telah
mencapai 36,59 juta hektar. Dalam 25 tahun sekali harus dilakukan peremajaan
(re-planting) pada kelapa sawit karena sudah tidak produktif, sehingga
ketersediaan limbah batang kelapa sawit menjadi massif dan kontinyu. Menurut
Prayitno & Darnoko (1994) proses ketersediaan lahan untuk penumpukan limbah
masih terbatas, pilihan membakar banyak dilakukan sehingga menyumbang polusi
asap seperti yang terjadi di Kalimatan dan Sumatera pada tahun 2017-2019. Untuk
itu perlu upaya berupa solusi untuk memanfaatkan limbah batang kelapa sawit
menjadi lebih bernilai.
Estetika limbah batang sawit kurang baik dibandingkan dengan kayu solid
karena sifat pengerjaan dan permesinannya yang buruk (menumpulkan mata
pisau karena kadar silikanya tinggi) (Bakar, 2004).
Namun demikian menurut Nuryawan (2010), batang sawit mampu
mensubsitusi kayu sebagai bahan baku produk – produk komposit seperti kayu
lapis (Nuryawan & Rachman, 2011; Nuryawan et al. 2020), papan partikel
(Nuryawan et al. 2011), dan papan serat (Nuryawan et al. 2010a) serta oriented
strand board atau papan unting (Nuryawan et al. 2010b) asalkan harus melalui
rekayasa terlebih dahulu.
Pada produk kayu lapis, vinir asal limbah batang sawit harus
dikombinasikan dengan material lain untuk menahan kembang susutnya
(Nuryawan & Rachman, 2011; Nuryawan et al. 2020). Pada produk papan partikel
dan papan serat, partikel dan seratnya harus dicuci untuk menghilangkan
parenkimnya karena akan menghambat proses perekatan (Nuryawan et al. 2011;
Nuryawan et al. 2010a), dan pada produk papan unting, parenkim dan vascular
bundlenya dipisahkan (Nuryawan et al. 2010b) dan hanya digunakan bagian
vascular bundlenya saja karena parenkim dianggap sebagai sumber
ketidakawetan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah
sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan hingga mencapai
kadar air kering tanur, batang kelapa sawit dapat kembali menyerap uap air dari
udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Segmentasi batang kelapa sawit
memiliki sifat fisis yang berbeda-beda. Semakin keatas kerapatan batang sawit
semakin rendah dan kadar air semakin tinggi.
Pada penelitian ini dievaluasi pengaruh posisi ketinggian vascular bundle
(pangkal, tengah, dan ujung) untuk produksi papan unting. Lebih lanjut
penambahan boraks NaHBO3 dilakukan untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme perusak.
1.2 Perumusan Masalah
Studi sebelumnya belum mengaplikasikan bahan pengawet ke dalam produk
papan unting karena menganggap perlakuan pemisahan parenkim sebagai sumber
pati dan vascular bundle sudah cukup untuk menghilangkan jamur. Oleh karena
itu pada penelitian ini dilakukan pemberian bahan pengawet pada perekat dengan
berbagai konsentrasi sehingga dapat mencegah pertumbuhan jamur pada papan
unting tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh produk papan unting yang
terbuat dari vascular bundle LBS yang memenuhi standar.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan acuan bagi pihak akademis dalam kajian selanjutnya untuk
memperluas ilmu pengetahuan terkait pembuatan papan unting dengan
Vascular bundle sebagai bahan bakunya.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak industri panel kayu dalam penggunaan
bahan pengawet yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
pada papan unting.
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diduga pada penelitian ini adalah segmentasi vascular
bundles dalam batang kelapa sawit pangkal, tengah dan ujung dan penambahan
boraks dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis pada papan unting.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
TINJAUAN PUSTAKA
Produk Komposit Kayu
Produk komposit merupakan produk kayu yang berbahan baku kayu dan
bahan yang mengandung lignoselulosa lainnya. Sustamiadji (2008) menyatakan
bahwa komposit merupakan produk yang tersusun atas lapisan atau serpihan kayu
yang direkatkan secara bersamaan. Contoh produk komposit diantaranya adalah
oriented strand board, comply, papan partikel, WPC, balok laminasi, papan serat
dan lain-lain.
Bahan Baku dari Limbah Sawit
Pada penelitian ini papan unting dibuat dengan menggunakan vascular
bundle yang berasal dari penghilangan parenkim pada LBS (Limbah Batang
Sawit). Vascular bundle memiliki dimensi yang seukuran dengan unting yang
berasal dari pengkonversian kayu yaitu 3 inchi (75 mm) atau lebih panjang
(Nuryawan dan Massijaya, 2008). Oleh karena itu pada penelitian ini pembuatan
papan unting layak digunakan vascular bundle dari batang sawit.
Sifat Fisis dan Mekanis Kelapa Sawit
Batang kelapa sawit dihasilkan dari tanaman jenis monokotil yang
memiliki sifat beragam dari bagian luar ke pusat batang (Bakar 2003). Susunan
anatomi batang kelapa sawit yang memiliki dua komponen utama yaitu vascular
bundle dan parenkim menghasilkan sifat yang beragam dari bagian luar ke pusat
batang (Rahayu, 2001). Bakar et al., (1998), mengemukakan bahwa jaringan
vascular dan parenkim mendominasi 1/3 bagian terluar (tepi) dari penampang
horizontal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erwinsyah (2008) yang menyatakan
bahwa vascular bundles dan parenkim merupakan komponen utama penyusun
batang kelapa sawit, maka bila pada lokasi tertentu dijumpai vascular bundles
dalam jumlah yang banyak, proporsi parenkim akan berkurang. Hartono et al.
(2011) mengemukakan bahwa dominasi vascular bundle pada batang kelapa sawit
bagian luar cocok dipergunakan sebagai bahan konstruksi ringan dan meubel
karena memiliki sifat fisis mekanis yang baik. Dominasi jaringan parenkim pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
bagian tengah dan pusat dapat dipergunakan sebagai bahan peredam suara karena
memiliki kerapatan yang rendah dan peredaman suara yang tinggi. Adanya
perbedaan tujuan penggunaan batang kelapa sawit sebagai bahan baku suatu
produk disebabkan sifat batang kelapa sawit yang beragam pada bagian
penampang melintang batang .
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa semakin tinggi berat jenis
dan kerapatan kayu, semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang
berarti semakin tebal sel tersebut. Bakar (2003) mengemukakan bahwa kadar
tertinggi berkisar antara 65%, variasi ini cenderung turun dari atas batang ke
bawah dan dari empelur ke tepi. Beberapa sifat penting pada bagian batang
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. karakteristik batang kelapa sawit berdasararkan segmentasi tepi, tengah dan
batang.
Sumber: Bakar,2003
Sifat-sifat tersebut menunjukkan bahwa batang kelapa sawit merupakan
bahan yang memiliki sejumlah kekurangan : tidak awet, mempunyai susut yang
sangat besar, sehingga tidak dapat digunakan dalam bentuk alami. Untuk
digunakan sebagai kayu solid, kayu sawit setidaknya mempunyai empat
kelemahan yaitu stabilitas dimensi rendah, kekuatan rendah, keawetan rendah, dan
sifat permesinan jelek (Bakar, 2003).
Batang kelapa sawit memiliki komposisi sel utama berupa jaringan
pembuluh (vascular bundles) dan jaringan parenkim. Jaringan pembuluh terdiri
atas serat, pembuluh penyalur makanan atau metaxylem (meta dan proto). Fungsi
utama jaringan pembuluh adalah sebagai penyokong batang, dinding serabut tebal
dan mengandung silika. Parenkim berdinding tipis dan mengandung karbohidrat
yang tinggi. Kandungan parenkim ini meningkat pada bagian batang yang
semakin tinggi. Parenkim pohon batang kelapa sawit atas mengandung pati
Sifat-sifat Penting Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Berat Jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar Air, (%) 156 257 365
Kekuatan Lentur, (Kg/cm2) 3 x10
4 1 x 10
4 0,7 x 10
4
Keteguhan Lentur, (Kg/cm2) 295 129 67
Susut Volume (%) 26 39 48
Kelas Awet V V V
Kelas Kuat III-V V V
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
sampai 40%. Kadar air dan kerapatan batang kelapa sawit bervariasi baik secara
radial maupun vertikal. Semakin ke atas dan semakin ke dalam, kadar air dan
kandungan parenkim kayu semakin tinggi, sedangkan kerapatannya menurun.
Oleh karena itu, kecuali untuk batang bagian bawah, pemanfaatan batang kelapa
sawit sebagai bahan untuk konstruksi atau perabot rumah tangga kurang sesuai
karena di samping kerapatannya rendah, pada waktu pengeringan kayu menjadi
pecah atau bengkok. Kadar air kayu kelapa sawit segar cukup tinggi, yaitu sekitar
65% (Prayitno dan Darnoko, 1994).
Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah
sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan hingga mencapai
kadar air kering tanur, batang kelapa sawit dapat kembali menyerap uap air dari
udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis
jamur dan cendawan dapat tumbuh subur baik pada permukaan maupun bagian
dalam kelapa sawit (Bakar, 2003).
Boraks
Boraks mempunyai nama lain natrium tetraborat yang seharusnya hanya
digunakan dalam industri non pangan. Boraks digunakan sebagai bahan
bakterisida lemah dan astringen ringan dalam lotion, obat kumur dan pembersih
mulut. Boraks juga disebut sebagai sodium pyroborate dan sodium tetraborate.
Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2(H20)10 dengan berat molekul 381,43
dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %. Boraks bersifat basa lemah
dengan pH (9,15 – 9,20). Boraks umumnya larut dalam air, kelarutan boraks
berkisar 62,5 g/L pada suhu 25°C dan kelarutan boraks dalam air akan meningkat
seiring dengan peningkatan suhu air dan boraks tidak larut dalam senyawa alcohol
(Aghnan, 2011).
Gambar 1. Sruktur kimia boraks
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
Elemen boron menjadi penyusun utama pembentukan boraks dan senyawa
pestisida dan sejenisnya. Bentuk tunggal dari boron jarang sekali digunakan,
jenis-jenisnya ditemukan dengan bentuk kombinasi dengan elemen-elemen lain,
asam borat atau boraks biasa digunakan sebagai kombinasinya. Berbeda dengan
beberapa pestisida dengan beberapa komponen sintetik, boraks dan beberapa
pestisida secara alami mempunyai beberapa keuntungan sebagai pestisida,
memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia daripada pestisida lainnya, dan
lebih sedikit serangga yang resisten karenanya. Namun demikian boraks dan zat-
zat kimia yang berhubungan dapat menyebabkan keracunan. Boraks dapat
membunuh beberapa jenis organisme dengan cara berbeda. Serangga terbunuh
oleh boraks karena boraks berperan sebagai racun perut dan juga sebagai zat
abrasive pada permukaan luar serangga (Anonim, 2015).
Papan Unting atau Oriented Strand Board
Papan unting merupakan produk panel kayu yang tersusun atas partikel
kayu yang berbentuk strand atau serat yang direkatkan dengan perekat
thermosetting dengan perbandingan perekat 7% dari berat bahan baku. Proses
pembuatan produk disusun hingga bersilangan tegak lurus sehingga didapatkan
kekuatan dan karakteristik seperti kayu (American Plywood Association, 2000).
Papan unting memiliki lapisan ganjil satu lapis, tiga lapis, lima lapis atau
lebih. Unting berlapis tiga dengan arah serat lapisan luar tegak lurus dengan
lapisan tengah memiliki sifat sama dengan kayu lapis, sehingga dalam
pemakaiannya dapat menggantikan kayu lapis dengan ketebalan yang sama.
Papan unting dapat digunakan sebagai bahan pembuatan atap, dinding, dan lantai
pada perumahan serta furniture (Sutrisno, 2001).
Tsoumis (1991) berpendapat bahwa papan unting adalah panel yang
terbuat dari unting terdiri atas 3 lapis dengan lapisan permukaaan ditempatkan
sejajar searah produksi panel sementara bagian intinya (core) tegak lurus. Unting
memilki karakteristik yang sama seperti kayu lapis karena itu sifat-sifat kekuatan
lengkung (bending), kekakuan (MOE), dan stabilitas dimensinya juga hampir
sama dengan kayu lapis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Nishimura et al., (2004), berpendapat bahwa kestabilan dimensi yang
tinggi pada papan unting diperoleh karena bentang yang lebar dan tebal pada
permukaannya sehingga di masa depan aplikasi papan unting akan mengglobal.
Penggunaan papan unting dalam konstruksi bangunan akan semakin luas dan akan
bersifat komersial. karena itu variasi aplikasi penggunaan bisa sangat luas dalam
penggunaan sebagai bahan baku konstruksi kecuali dalam pemakaian untuk
menahan beban yang cukup besar dan dalam jangka waktu yang relatif lama.
Fungi
Dibandingkan bakteri fungi memiliki lebih banyak varian morfologis dan
memiliki ukuran sel yang lebih besar. Inti terselubung dan menghasilkan badan-
badan buah sehingga fungi termasuk eukariotik. Fungi ada yang bersifat
uniseluler dan ada juga yang bersifat multiseluler dengan miselium. Fungi tingkat
rendah akuatik bersifat uniseluler, pada bentukan yang lebih tinggi mampu
menghasilkan miselium, walaupun tanpa septa (Waluyo, 2007).
Inang adalah fungi yang menyerap bahan organik dari organisme yang
masih hidup. Fungi semacam itu dapat bersifat parasit obligat yaitu parasit
sebenarnya dan parasit fakultatif yaitu organisme yang mula-mula bersifat parasit,
kemudian membunuh inangnya, selanjutnya hidup pada inang yang mati tersebut
sebagai saprofit. Fungi parasit dapat menyerang tumbuhan, hewan maupun
manusia. Hanya berkisar kurang dari 300 spesies fungi yang berperan secara
langsung sebagai agen penyakit pada manusia dan hewan dari total 5000 spesies
fungi (Kusnadi, 2012)
Fungi merupakan organisme yang morfologi nya mirip dengan tumbuhan
namun fakta nya sangat berbeda dengan jenis tumbuhan. Tidak seperti tumbuhan
yang memproduksi makanannya sendiri melalui proses fotosintesis, fungi
mengandalkan organisme lain untuk memperoleh nutrisi. Fungi memiliki peran
yang sangat penting pada proses dekomposisi dan siklus nutrien, membantu
pembentukan tanah stabil, fungi membentuk interaksi dengan akar yang mana
sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup tumbuhan serta meningkatkan
sumber makanan bagi organisme lain. Tanpa adanya fungi habitat mendasar dari
tumbuhan tidak akan ada (Witantri et al., 2015).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium penelitian Teknik Kimia
Fakultas Teknik USU pada saat proses pengempaan. Proses identifikasi jenis
Fungi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Sumatera
Utara. Uji FTIR dilakukan di LIPI Bogor, sedangkan untuk pengujian sifat fisis
dan mekanis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen
Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2019 sampai Januari 2020.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Scroll Band Saw, Oven,
timbangan, kaliper, kempa panas, plat besi 25 cm x 25 cm x 1 cm, alat
penyemprot, bak rendaman, cetakan papan 25 cm x 25 cm, parang, kuas,
Universal Testing Machine (UTM) merek Tensilon, kamera digital, sarung
tangan, kalkulator FT-IR (Fourier Transform Infrared), Mikroskop, cawan petri,
alat dokumentasi dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vascular bundles yang
berasal dari limbah batang kelapa sawit sebagai bahan baku produk papan unting
berasal dari kebun kelapa sawit di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dilakukan
proses pembagian batang dengan memotong bagian pangkal, tengah dan ujung
dengan mengukur tiap-tiap segmentasi batang mulai dari pangkal hingga kepucuk
batang. Dilakukan pemisahan vascular bundle secara manual dengan cara
perebusan dengan NaOH terlebih dahulu hingga lunak ( Putra, 2009), perekat urea
formaldehida diperoleh dari PT. Pamolite adhesive industry dicampur dengan
perbandingan b/b dengan bahan pengawet boraks yang juga diperoleh dari sumber
yang sama. Diberikan penambahan boraks sebagai pengawet sejumlah (0%
(kontrol), 1% dan 3%). Pembuatan papan unting mengikuti metode pada paten
Nuryawan (2010). PDA (potato dekstrose agar), metilen blue, selotip bening
untuk identifikasi jenis Fungi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Prosedur Penelitian
Target produk komposit yang dibuat mengikuti ukuran komersial dan
disesuaikan dengan Japanese Industrial Standard (JIS A 5908 : 2003), dan
memiliki kerapatan target 0,75 g/cm3. Sedangkan dimensi panjang, lebar, dan
tebal dibuat 25 cm x 25 cm x 1 cm mengikuti kemampuan kempa panas yang
tersedia di laboratorium. Produk komposit dibuat tiga lapis dengan model
lapisannya saling bersilangan tegak lurus.
A. Penjelasan mengenai skema pembuatan produk komposit, diterangkan sebagai
berikut :
1.Persiapan bahan baku
Vascular bundles yang sudah dihasilkan dan dipilih dikeringkan di bawah
sinar matahari kemudian dioven hingga kadar airnya < 10%. Diharapkan dengan
kadar air vascular bundles tersebut dapat terjadi kadar air mat (furnish) yang sama
sekitar 10%.
2.Blending
Perekat Urea formaldehida dengan solid konten 65% dicampur dengan
bahan pengawet (boraks) sejumlah ( 0%, 1% dan 3%) sebagai pengawet papan
unting. Perekat yang digunakan sebanyak 7% dari berat bahan baku.
3.Pembentukan lembaran
Pembentukan lembaran dilakukan dengan pengorientasian vascular
bundles secara manual. Perbandingan berat vascular bundles tiap lapis adalah
sama sebanyak tiga lapis secara bersilangan tegak lurus dengan tujuan menjaga
stabilitas dimensi papan unting.
4.Pengempaan panas
Pengempaan panas menggunakan tekanan 25 kg/cm2 dan suhu 160° C
dengan total waktu pengempaan 15 menit, yang dirinci : 5 menit untuk posisi
kontrol hingga mencapai ketebalan 20 mm dan 10 menit untuk mengempa,
dipertahankan pada ketebalan 1 cm.
5.Finishing dan persiapan pengujian
Produk komposit yang sudah jadi dikondisikan selama 2 minggu pada
suhu kamar. Kemudian dipotong menjadi contoh uji-contoh uji berdasarkan JIS A
5908 : 2003, dengan pola skema diagram seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2
dengan keterangan Gambar disajikan pada Tabel 2.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Tabel 2. Keterangan pola pemotongan contoh uji
Gambar 3. Pola penyusunan lapisan pada papan unting.
No Contoh Uji Ukuran Jumlah
(buah)
1 MOE dan MOR kering sejajar Panjang 20 cm x 5 cm x 1 cm 1
2 Kerapatan dan kadar air 10 cm x 10 cm x 1 cm 1
3 Internal bond (kuat teguh rekat) 5 cm x 5 cm x 1 cm 1
4 Pengembangan tebal dan daya serap air 5 cm x 5 cm x 1 cm 1
Gambar 4. Skema pembuatan Papan unting
Vascular bundle
LBS KA 10%
Urea formadehyde 7%
Boraks 0%, 1% dan 3%
33%
Proses
blending
Mat forming dan pengorentasian
vascular bundle
Ukuran dimensi
25x25x1cm
Hot pressing suhu : 160oC; 15
menit; 25kgf/cm2
Pengkondisian
14 hari
Pemotongan dan
pengujian sampel
JIS A 5908-2003 dan
SNI 01.7202-2006
Gambar 2. Pola pemotongan contoh uji
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
B. Proses isolasi dan identifikasi Fungi
Isolasi dan identifikasi jenis fungi dilakukan sebagai berikut:
Preparasi media PDA untuk sterilisasi dengan autoclave. Dituangkan PDA
ke cawan petri. Dimasukkan beberapa helai vascular bundle secara aseptis.
Diinkubasi selama 2 hari. dilakukan sub kultur pemurnian pada sampel fungi yang
telah tumbuh. Kemudian diinkubasi lagi selama 2 hari. Dilakukan pengamatan
secara mikroskopis dengan menempelkan isolat jamur ke selotip bening kemudian
diletakan pada kaca preparat yang telah ditetesi metilen blue kemudian diamati
dengan mikroskop.
Prosedur Pengujian Kualitas
Pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan berdasarkan standar JIS A
5908 : 2003. Hasil pengujian dikoreksi dengan kerapatan masing-masing contoh
uji dan dicocokkan dengan standar JIS A 5908 : 2003. Parameter kualitas papan
yang diuji adalah kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan daya serap air
(untuk sifat fisis). Sedangkan untuk sifat mekanis diuji keteguhan rekat (internal
bond), modulus patah (MOR), modulus elastisitas (MOE). Berikut dijelaskan
teknik pengujian sifat fisis dan mekanis papan unting.
Pengujian Sifat Fisis Kerapatan
Kerapatan papan unting dihitung berdasarkan berat dan volume kering
udara contoh uji dengan menggunakan rumus :
𝛒=
............................................................................................................................. ...(1)
Keterangan:
ρ : kerapatan (g/cm3)
B : berat contoh uji kering udara (g)
V : volume contoh uji kering udara (cm3)
Kadar Air
Penentuan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal
contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu
(103 ± 2) derajad Celcius. Kadar air papan dihitung dengan rumus :
KA =
x 100%...……………………………………….............................…....................(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Keterangan:
KA : kadar air (%)
B0 : berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)
B1 : berat kering oven contoh uji (g)
Daya Serap Air
Daya serap air papan dilakukan dengan mengukur selisih berat sebelum dan
setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air tersebut
dihitung dengan rumus :
DSA =
x 100 %.......……...………………………...........................................................(3)
DSA = daya Serap air
B1 = Berat contoh uji sebelum perendaman (g)
B2 = Berat contoh uji setelah perendaan (g)
Pengembangan Tebal
Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum
dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam.
Pengembangan tebal dihitung dengan rumus :
TS =
x 100 %………………………………………………................................................(4)
Keterangan:
TS : pengembangan tebal (%)
T1 : tebal contoh uji sebelum perendaman (g)
T2 : tebal contoh uji setelah perendaman (g)
Pengujian Sifat Mekanis
Keteguhan Rekat
Keteguhan rekat (internal bond) diperoleh dengan cara merekatkan kedua
permukaan contoh uji papan unting pada balok besi kemudian balok besi tersebut
ditarik secara berlawanan. Cara pengujian internal bond seperti Gambar 5 berikut:
Gambar 5. Sketsa Pengujian Internal Bond
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
IB=
............................................................................................................................. ......(5)
Keterangan:
IB : keteguhan rekat (kg / cm2)
P : gaya maksimum yang bekerja (kg)
A : luas permukaan contoh uji (cm2)
Modulus Patah (MOR)
Modulus patah (MOR) adalah suatu sifat mekanis papan yang
menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai MOR,
maka pengujian pembebanan dilakukan sampai contoh uji patah, dengan
kecepatan 10 mm/ menit (JIS A 5908-2003). Rumus yang digunakan adalah :
MOR =
............................................................................................................. .............(6)
Keterangan:
MOR : modulus patah (kgf / cm2) P : beban maksimum (kgf)
b : lebar contoh uji (cm)
L : jarak sangga (18 cm)
h : tebal contoh uji (cm)
Modulus Elastisitas (MOE)
Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan papan
menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Sifat ini sangat penting jika
papan digunakan sebagai bahan konstruksi. Rumus yang digunakan adalah :
MOE =
..........................................................................................................................(7)
Keterangan:
MOE : modulus elastisitas (kgf / cm )
Δ P : beban sebelum proporsi (kgf)
L : jarak sangga (18 cm)
Δ Y : lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm) b : lebar contoh uji (cm)
h : tebal contoh uji (cm)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Analisis Gugus Fungsi
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan spektroskopi
inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan
analisis hasil spektrumnya. Inti spektroskopi FTIR adalah interferometer
Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan.
Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang
melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan
dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi
energi, panjang gelombang (μm) atau bilangan gelombang (cm-1). Skema alat
spektroskopi FTIR secara sederhana ditunjukan pada Gambar 5.
Analisis gugus fungsi suatu sampel dilakukan dengan membandingkan
pita absorbsi yang terbentuk pada spektrum inframerah menggunakan tabel
korelasi dan menggunakan spektrum senyawa pembanding (yang sudah
diketahui). Analisis gugus fungsi dilakukan pada 9 sampel yaitu sampel papan
unting berbahan baku vascular bundle sawit dengan perlakuan segmentasi batang
P T U dengan kadar penambaan boraks 0%, 1% dan 3%.
Gambar 6. Skema alat spektroskopi FTIR. (1) Sumber Inframerah (2) Pembagi
Berkas (Beam Spliter) (3) Kaca Pemantul (4) Sensor Inframerah (5)
Sampel (6) Display
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor (A) penambahan boraks
dan faktor (B) segmentasi batang (P T U) yang diaplikasikan dalam pembuatan
papan unting dengan masing-masing 3 kali ulangan . Model umum rancangannya
yaitu :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ∑i……………………...……………………..(8)
dimana :
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i (penambahan boraks 0%, 1% & 3%)
dan perlakuan (segementasi batang P T U) ke-j pada ulangan ke-k
µ = Rataan umum/nilai tengah
αi = Pengaruh pemberian Boraks taraf ke-i (0, 1, 3)
βj = Pengaruh segmentasi batang P T U taraf ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan pemberian boraks taraf ke-i (0, 1, 3) dan
segmentasi batang (P T U)
∑ijk = Pengaruh acak pada perlakuan pemberian boraks taraf ke-i (0, 1, 3),
segmentasi batang (P T U) dan ulangan ke-k (1,2, 3).
Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan
analisis sidik ragam (ansira) berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% (nyata)
menggunakan Software SPSS . Hipotesis yang diuji adalah :
1. Pengaruh penambahan boraks
Ho : minimal ada pengaruh penambahan boraks terhadap sifat papan unting
yang dihasilkan
H1 : tidak ada pengaruh penambahan boraks terhadap sifat papan unting yang
dihasilkan
2.Pengaruh segmentasi batang P T U
Ho : minimal ada pengaruh segmentasi batang (P T U) terhadap sifat papan
unting yang dihasilkan
H1 : tidak ada pengaruh segmentasi batang (P T U) terhadap sifat papan unting
yang dihasilkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
3.Pengaruh interaksi perlakuan penambahan boraks dan segmentasi batang
(P T U)
Ho : minimal ada satu interaksi penambahan boraks dan segmentasi batang
(P T U) terhadap sifat papan unting yang dihasilkan
H1 : tidak ada pengaruh interaksi penambahan boraks dan segmentasi batang (P T
U) terhadap produk papan unting yang dihasilkan
Jika hasil analisis sidik ragam memberikan pengaruh baik pada faktor A, faktor B,
ataupun interaksi maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan
yang berpengaruh.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat fisis produk papan unting yang diuji antara lain kerapatan, kadar air,
daya serap air dan pengembangan tebal. Hasil produk papan unting ditunjukan
pada Gambar 7.
Gambar 7. Papan unting limbah batang kelapa sawit
Kerapatan
Menurut Bowyer et al., (2003) kerapatan adalah massa benda dibagi
dengan volume benda tersebut. Gambar 8 menunjukan bahwa nilai rerata
kerapatan tertinggi pada produk papan unting yang dihasilkan terdapat pada
perlakuan ujung dengan penambahan pengawet boraks 0%. Hal ini dikarenakan
semakin kecil ukuran vascular bundle maka semakin sedikit celah yang dihasilkan
pada saat proses perekatan jika dibandingkan dengan ukuran vascular bundle
yang lebih besar. Dari hasil pengukuran vascular bundle yang telah dilakukan
diperoleh data berupa bagian ujung batang kelapa sawit diketahui memiliki
ukuran vascular bundle yang lebih kecil yaitu 0,67 mm dibandingkan dengan
tengah dan pangkal yaitu 1,3 mm dan 1,43 mm. hal ini sesuai dengan perrnyataan
Nuryawan (2011) bahwa ukuran vascular bundle semain keatas maka semakin
kecil.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Bowyer et al., (2003) menyatakan bahwa perbedaan nilai kerapatan sangat
dipengarui oleh tebal dinding sel, jenis kayu, kadar air dan proses perekatan.
Dengan kata lain, bahwa vascular bundle dalam penelitian ini juga berpengaruh
terhadap proses perekatan antar partikel penyusun papan komposit sehingga
mempengaruhi kualitas kerapatan yang dihasilkan. Selanjutnya Marra (1992)
menambahkan, meningkatnya kerapatan berarti meningkatnya kelas kualitas dari
produk yang dihasilkan. Terjadinya peningkatan kerapatan disebabkan oleh
adanya lapisan perekat yang menghambat masuknya air kedalam pori-pori serta
terjadinya padatan sirekat akibat pengempaan sewaktu pembuatan papan unting.
Nuryawan et al., (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan perbedaan kerapatan adalah adanya spring back atau usaha
pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan. Penyesuaian
kadar air papan pada saat pengkondisian juga berpengaruh pada kerapatan
sehingga kenaikan tebal papan unting pada akhirnya akan menurunkan kerapatan.
Analisis sidik ragam yang disajikan (Lampiran 1) menunjukan bahwa
tidak adanya pengaruh segmentasi batang dan penambahan boraks terhadap nilai
kerapatan. Namun, kerapatan yang diinginkan dalam penelitian ini sebagian
belum sesuai dengan target yang diharapkan sebesar 0,75 g/cm3. Jika
dibandingkan dengan standar JIS A 5908 – 2003 dan SNI-03-2105, 2006 based
Gambar 8. Grafik rerata Kerapatan papan unting
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
P T U
0.58
0,49
0,61
0.47 0,48 0,48
0.42 0,46
0,59
0%
1%
3%
Ker
apat
an (
g/c
m3)
Perlakuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
on particleboard, maka nilai kerapatan papan unting yang dihasilkan dalam
penelitian ini seluruhnya sudah memenuhi standar yang mensyaratkan kerapatan
papan partikel berkisar 0,40 – 0,90 g/cm3. Dengan kata lain, perlakuan segmentasi
batang dan penambahan boraks pada papan unting dapat meningkatkan kerapatan
tetapi perubahannya tidak signifikan.
Kadar Air
Bowyer et al., (2003), menyatakan kadar air adalah banyaknya kandungan
air yang terdapat di dalam kayu dibandingkan berat kering tanur yang dinyatakan
dalam persen. Kadar air merupakan sifat fisis papan unting yang menunjukkan
kandungan air papan komposit dalam keadaan setimbang dengan lingkungan
sekitarnya. Grafik pengujian kadar air dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Grafik rerata kadar air papan unting
Gambar 9 menunjukan bahwa nilai rerata kadar air terendah terdapat pada
segmentasi batang bagian ujung dengan penambahan boraks 0%. Hal ini
dikarenakan sifat fisis vascular bundle pada ujung cenderung memilki sifat
higroskopis yaitu mudah menyerap dan melepaskan air. Selain itu ukuran
vascular bundle pada bagian ujung yang lebih kecil menjadi faktor penentu
kerapatan. Semakin kecil ukuran VB maka proses perekatan menjadi lebih baik
dikarenakan tidak adanya celah bagi butiran-butiran air yang menjadikan kadar air
lebih tinggi. Balfas (2003) menyatakan bahwa sifat higrosopis kelapa sawit yang
berlebihan menjadi permasalahan pada saat proses pengolahannya. Selain itu nilai
0
2
4
6
8
10
P T U
9.80 9,13
7,61 7,85
9,13 8,75 8,85
8,36 8.00
0%
1%
3%
Kad
ar a
ir (
%)
Perlakuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
kadar air yang bervariasi lebih dipengaruhi oleh kadar adonan, besar kecilnya
tekanan kempa dan cara pengempaan. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kondisi
lingkungan juga sangat mempengaruhi kadar air karena papan partikel ini terdiri
atas bahan – bahan mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis,
sehingga kadar air sewaktu pemakaian dapat berubah sesuai dengan keadaan
kelembapan udara sekelilingnya.
Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada lampiran 2 menunjukan
bahwa tidak adanya pengaruh nyata segmentasi batang dan penambahan boraks
terhadap nilai kadar air. Hasil penelitian ini diperoleh kadar air papan unting
berkisar antara 7,16 - 9,8 % jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908-2003
yang digunakan maka nilai kadar air papan unting yang dihasilkan pada penelitian
ini sudah memenuhi standar yang mensyaratkan nilai kadar air sebesar 5-13%.
Begitu pula dengan SNI-03-2105, 2006 yang mensyaratkan standar maksimum
kadar air tidak lebih dari 14%. Untuk Bristish standard (OSB BS EN 300: 2006)
sudah memenuhi standar yang berlaku yaitu tidak lebih dari 12%. Dengan kata
lain, kadar air yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh segmentasi batang dan
penambahan boraks.
Daya Serap Air
Daya serap air merupakan sifat fisis papan komposit yang
menggambarkan kemampuan papan untuk menyerap air setelah direndam dalam
air selam 24 jam. Grafik pengujian daya serap air selama 24 jam dapat dilihat
pada gambar 10.
130
135
140
145
150
P T U
148,43
142,86
137,13
148,06
142.30
137,13
148.40
142.50
137,1
0%
1%
3%
Perlakuan
Day
a se
rap
air
(%
)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
Gambar 10. Grafik rerata nilai daya serap air pada papan unting
Gambar di atas menunjukan bahwa nilai rerata daya serap air terbesar
terdapat pada pangkal dengan penambahan boraks 0%. Dapat dilihat pada
segmentasi batang bagian pangkal cenderung menyerap air lebih banyak karena
ukuran vascular pangkal lebih besar dibandingkan yang lainnya. Sehingga celah
antar varcular bundle menjadi lebih besar dan menjadi ruang kosong yang diisi
oleh partikel air.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa lama proses perendaman
berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Hal ini disebabkan oleh sifat
higroskopis yang tinggi pada batang kelapa sawit. Selain itu struktur partikel
kelapa sawit juga mengandung selulosa dan senyawa – senyawa lainnya sangat
mudah menyerap air.
Menurut Kahfi (2007), disamping sifat adsorbsi air dari bahan baku kayu
yang dipergunakan dan ketahanan perekat terhadap air, terdapat faktor lain yang
mempengaruhi penyerapan air papan komposit, yaitu:
a. Volume ruang kosong yang dapat menampung air diantara partikel
b. Adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang kosong satu sama
lainnya
c. Luas permukaan parikel yang tidak dapat ditutupi perekat, dan
d. Dalamya penetrasi perekat pada partikel
Hasil uji sidik ragam pada lampiran 4 menunjukan bahwa faktor
penambahan boraks berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air. Hal ini
dikarenakan penyerapan air akan terus menerus terjadi karena karena adanya sifat
higroskopis yang tinggi yang senantiasa menyerap atau melepaskan uap air sesuai
dengan keadaan sekitarnya. Pada JIS A 5908- 2003 yang digunakan nilai daya
serap air tidak dipersyaratkan. Begitu juga dengan SNI,BS, dan CSA.
Pengembangan Tebal
Sifat pengembangan tebal papan komposit merupakan salah satu sifat fisis
yang akan menentukan produk tersebut layak digunakan untuk keperluan eksterior
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
atau interior. Grafik pengujian nilai rerata pengembangan tebal selama
perendaman 24 jam dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 11. Grafik rerata nilai pengembangan tebal papan unting
Gambar 11 menunjukan nilai rerata pengembangan tebal terbesar terdapat
pada segmentasi batang bagian ujung dengan penambahan boraks 3% sedangkan
nilai terendah terdapat pada segmentasi ujung dengan boraks 0%. Hal ini terjadi
karena sifat higroskopis yang tinggi ditemukan pada bagian ujung batang kelapa
sawit. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hartono (2011) menyebutkan bahwa,
daya serap air pada batang bawah cenderung kecil karena pembuluhnya lebih
sedikit daripada bagian batang tengah dan ujung. Pada dasarnya pengembangan
tebal juga sangat dipengarui oleh lingkungan sekitarnya. Papan unting akan
menyesuaikan uap air dengan kadar air lingkungan sekitarnya.
Stabilitas dimensi yang berkualitas amat dipengaruhi oleh pengembangan
tebal. Stabilitas dimensi yang rendah disebabkan oleh pengembangan tebal yang
tinggi sehingga tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan penggunaan
untuk jangka waktu yang lama, karena sifat mekanisnya akan segera menurun
secara drastis dalam jangka waktu yang tidak lama. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Syamani et al., (2008) yang menyatakan bahwa perekat yang
digunakan menutupi permukaan terluar serat, tidak menembus kedalam serat.
Oleh karena itu pada saat direndam air masih masuk melalui ujung-ujung serat ke
0
20
40
60
80
100
120
140
P T U
110,3
90,08
70,66
102,74 99,56
111,13
86,82 85,63
127,53
0%
1%
3%
Perlakuan
Pen
gem
ban
gan
Teb
al (
%)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
arah memanjang serat, sehingga menyebabkan pengembangan tebal yang tinggi
pada papan.
Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada lampiran 5 menunjukan
bahwa pengembangan tebal pada papan unting yang dihasilkan dengan
segmentasi batang dan penambahan boraks tidak berpangaruh nyata terhadap
pengembangan tebal. Secara keseluruhan hasil uji pengembangan tebal belum
memenuhi persyaratan standar nasional Indonesia (SNI-03-2105,2006) dan JIS A
5908: 2003 yang mensyaratkan nilainya tidak lebih dari 25% dan 12%. Untuk
british standar BS EN 300:2006 juga belum memenuhi standar yaitu tidak
melebihi 15%.
Bowyer et al., (2003) menyatakan bahwa pengembangan tebal papan
partikel merupakan hasil kombinasi dari pengembangan bahan baku dalam bentuk
partikel dan pengembangan akibat usaha pembebasan dari tekanan yang dialami
pada waktu pengempaan.
Iswanto (2005) juga menjelaskan bahwa penggunaan papan patikel untuk
keperluan eksterior maupun interior sangat dipengarui oleh pengembangan tebal.
Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas
dimensinya rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk
keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun drastis dalam jangka
waktu yang tidak lama.
Pengujian Sifat Mekanis
Pengujian sifat mekanis papan unting yang diuji pada penelitian ini antara
lain, Internal bond (Keteguhan rekat), modulus patah (MOR) dan modulus
elastisitas (MOE).
Keteguhan Rekat (Internal Bond)
Keteguhan rekat atau Internal bond adalah suatu kekuatan ikatan antar
partikel dalam lembaran papan. Keteguhan rekat internal merupakan suatu
petunjuk daya tahan papan terhadap kemungkinan pecah atau belah. Data hasil
nilai rata-rata pengujian keteguhan rekat internal disajikan pada gambar 13.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Gambar 12. Grafik nilai rerata internal bond pada papan unting
Gambar 12 menunjukan bahwa nilai rerata terbesar internal bond yang
dihasilkan dalam penelitian ini terdapat pada segmentasi batang ujung dengan
penambahan boraks 0%. Hal ini dikarenakan determinasi perekat yang tinggi
terjadi pada bagian ujung. Kerapatan yang rendah pada vascular bundle dan sifat
higroskopis yang tinggi dapat menyerap perekat lebih maksimal dibandingkan
dengan bagian tengah dan pangkal sehingga daya rekatnya lebih tinggi. Terlebih
perekat yang digunakan UF yang pada dasarnya adalah (water base). Ruhendi et
al., (2007), menyatakan bahwa daya rekat sangat dipengaruhi oleh kekentalan
perekat dengan bahan yang digunakan, karena daya rekat dipengaruhi oleh jarak
kontak antara bahan yang bersentuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bowyer et
al., (2003) yang menyatakan bahwa adanya zat estraktif dapat mengganggu
terjadinya kontak antara perekat dengan sirekat dan mengganggu proses
pematangan perekat.
Nilai internal bond yang dihasilkan oleh papan unting bervariasi dan
nilainya tidak menunjukan perbedaan yang besar. Hasil anlisis sidik ragam
menunjukan pada lampiran 6 bahwa tidak berpengaruh nyata segmentasi batang
dan penambahan boraks terhadap papan unting yang dihasilkan. Jika
dibandingkan dengan dengan standar JIS A 508- 2003 yang digunakan, maka nilai
interal bond papan unting yang dihasilkan dalam penelitian ini seluruhnya belum
memenuhi standar minimum JIS 5908- 2003 yang ditetapkan untuk papan partikel
0
0,5
1
1,5
2
P T U
0,878
0,558
1,611
0,681 0,756
0.920
1,465
1.260
0,566
0%
1%
3%Perlakuan
Inte
rnal
bo
nd
(kg /
m2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
sebesar 3,1 kg/cm2. Begitu juga dengan SNI 03-2105,2006 dan bristish standart
BS EN 300:2006 yang mensyaratkan nilai internal bond 3,26 kg/cm2.
Keteguhan Patah (Modulus of rupture)
Keteguhan patah (MOR) merupakan salah satu sifat mekanis yang
menunjukan kekuatan kayu dalam menahan beban. Hasil grafik rerata MOR
dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13. Gafik nilai rerata MOR
Gambar 13 menunjukan bahwa hasil nilai rerata MOR terbesar secara
umum terdapat pada bagian segmentasi pangkal. Hal ini dikarenakan vascular
bundle pada pangkal memiliki tingkat kerapatan yang tinggi serta sifat
higroskopis yang rendah. Semakin tinggi kerapatan maka akan semakin kuat
sifat mekanisnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Prayitno & Darmoko (1994)
Semakin ke atas dan semakin ke dalam, kadar air dan kandungan parenkim kayu
semakin tinggi, sedangkan kerapatannya menurun bahwa berdasarkan posisi
batang arah vertikal, nilai MOE dan MOR semakin menurun dari pangkal ke
ujung. Hal ini disebabkan karena pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang
masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif
sehingga dinding selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan
yang sudah tua, kemudian kandungan selulosa dan lignin jaringan ikatan
pembuluh pada bagian pangkal lebih tinggi. Semakin banyak sel serabut maka
0
100
200
300
P T U
118.40 107.44 120,44
276,92
144.49 157.98
224.28
150,09
220.26
0%
1%
3%Perlakuan
MO
R (
Kg /
fcm
2)
y
)
x
y
)
x y
)
x
y
)
x y
)
x
y
)
x
(a) T (ab) (b)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
semakin baik pula sifat mekanis suatu kayu, serta semakin tinggi perbandingan
antara lignin dan selulosa semakin meningkat pula kekuatan kayu. Pada posisi
batang secara horizontal, berat jenis semakin menurun dari bagian tepi (luar)
batang menuju bagian pusat (dalam) batang. Hal ini disebabkan karena pada
bagian tepi batang memiliki jumlah vascular bundles yang lebih besar dibanding
bagian tengah dan pusat (dalam). Menurut Bakar (2003) bahwa dalam struktur
anatomi batang kelapa sawit, bagian pusat batang didominasi oleh jaringan dasar
parenkim sedangkan pada bagian tengah dan tepi batang tersusun oleh jaringan
pembuluh (vascular bundles) yang berdinding tebal. Malonely(1993) menjelaskan
bahwa kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan serta daya ikat dan
panjang serat sangat mempengaruhi nilai keteguhan patah. Vascular bundle
dengan ukuran yang memanjang memungkinkan banyaknya bagian yang saling
menopang dalam papan komposit sehingga lebih kuat.
Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 7 segmentasi batang
berpengaruh nyata terhadap nilai MOR sehingga dilakukan uji lanjutan Duncan,
hasilnya menunjukan bahwa bagian ujung merupakan segmentasi terbaik karena
nilainya tidak berbeda nyata terhadap pangkal maupun tengah. Papan unting
dengan nilai terbesar diperoleh pada bagian pangkal secara keseluruhan yaitu
sebesar 276,92kgf/cm2 sedangkan segmentasi tidak berpengaruh nyata pada papan
yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908 – 2003 base on
particleboard, nilai MOR papan unting yang dihasilkan telah memenuhi syarat
dengan nilai minimal 245kgf/cm2. Sedangkan pada segmentasi batang bagian
tengah dan ujung belum memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 karena nilainya
masih dibawah 245kgf/cm2. Untuk SNI 03-2105, 2006 dan BS ES 300: 2006
british standar keseluruhan nilai modulus of rupture minimal 102 kg/cm2.
Penurunan nilai modulus patah diduga disebabkan oleh tidak ratanya
peneyebaran perekat. Hal ini dikarenakan vascular bundle yang digunakan berasal
dari batang kelapa sawit memiliki sifat higroskopis yang tinggi sehingga bersifat
menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini mengakibatkan terjadiya
celah antara lapisan pada saat perekatan, sehingga akan berpengaruh terhadap
kekuatan rekat papan unting yang dihasilkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Keteguhan Lentur (Modulus of elastic)
Keteguhan rekat merupakan ukuran ketahanan papan partikel untuk
menahan beban dalam batas proporsi sebelum patah. Semakin tinggi nilai
keteguhan lenturnya maka benda semakin elastis. Sifat ini sangat penting jika
papan partikel digunakan sebagai bahan konstruksi. Grafik hasil nilai rerata MOE
papan unting akan disajikan dalam gambar 14.
Gambar 14. Grafik nilai rerata MOE papan unting
Gambar 14 menunjukan bahwa hasil nilai rerata MOE yang tertinggi
secara keseluruhan terdapat pada bagian pangkal yaitu sebesar 52281,25 kgf/cm2.
Hal ini telah memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 dengan syarat MOE minimum
sebesar 4,08 x 104 kgf/cm
2. Namun, untuk produk keseluruhan belum memenuhi
batas minimum yang telah ditetapkan. Untuk British standar nilai rerata MOE
tenggah maupun ujung telah memenuhi standar karena hanya mensyaratkan nilai
sebesar 14.280kg/cm2. Demilkian halnya dengan standar nasional Indonesia dan
CSA juga memenuhi standar karena nilai uji MOE diatas 13.260 kg/cm2 dan
15.000 kg/cm2.
Hasil analisis sidik ragam MOE segmentasi batang dan penambahan
boraks berpengaruh nyata terhadap nilai yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan
segmentasi vascular bagian pangkal sangat mempengaruhi MOR yang mana
nilainya berbanding lurus dengan MOE. Untuk pengaruh boraks pada nilai MOE
diduga kuat karena proses pelaburan perekat UF bercampur boraks yang kurang
0
20000
40000
60000
P T U
12727,24 10505.25 13233,39
52281.25
21494,97 26458.90
30092.84 21253,87 25754.19
0%
1%
3%
Perlakuan
MO
E (
Kgfc
m2)
(a) (b) (ab)
y
)
x
y
)
x
) y
)
x
y
)
x
)
x
)
x
y
)
y
)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
merata sehinga terjadi penumpukan pada bagian tertentu. Dilakukan uji lanjutan
Duncan untuk mengetahui signifikansi faktor A dan faktor B. hasil uji Duncan
menunjukan bahwa segmentasi ujung memiliki nilai yang tidak berbeda nyata
terhadap pangkal maupun tengah. Sedangkan faktor penambahan boraks yang
terbaik terdapat pada taraf 1% karena nilainya tidak berbeda nyata dengan
penambahan boraks 3%.
Nilai MOE juga sangat bergantung pada kadar air serat. Semakin tinggi
kadar air papan maka keteguhan lenturnya akan semakin rendah demikian
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hasil pada grafik yang menunjukkan semakin ke
atas maka nilai MOE semakin rendah demikian sebaliknya. Bowyer et al., (2003)
menyatakan bahwa beberapa fakor yang mempengaruhi sifat akhir papan partikel
diantaranya adalah jenis kayu, perekat yang digunakan, ukuran orientasi, dan
kerapatan papan.
Perbandingan Standard
Tabel 3. Perbandingan nilai beberapa standar untuk OSB dengan hasil uji skripsi
Sifat fisis &
Mekanis
Standar untuk OSB Rearata Hasil
Skrispsi SNI JIS BS CSA
Kerapatan 0,4-0,9 g/cm3 0,4-0,9 g/cm
3 - - 0,7 /g/cm
2
Kadar Air 14% 5 – 13 % <12 % - 7,6-9,8%
Pengembangan Tebal < 25% 12 % 15 % 120%
Daya serap air - - - - 148%
Internal Bond 3,1 Kg/cm2 3,1 Kg/cm
2 3,26kg/cm
2 3,4 kg/cm
2 1,5 kg/cm
2
MOR 102 Kg/cm2 245kgf/cm
2 102kgf/cm
2 124 kgf/cm
2 157,759 kgf/cm
2
MOE 13.260kg/cm2 48.000kgf/cm
2 14.280 kg/cm
2 15.000kgf/cm
2 22533.546 kgf/cm
2
Keterangan : Kolom yang diberi warna hijau menunjukan bahwa nilai rerata hasil uji skripsi lolos
dengan standar yang berlaku.
Hasil Identifikasi Fungi
Hasil pengamatan menunujukan dari ke tiga ulangan fungi yang dibiakkan
pada media PDA memilki kesamaan makroskopis yaitu berwarna putih atas
bawah seperti kapas. Sedangkan penampakan mikroskopis menunjukan hifa tidak
bersekat dan miselium berwarna putih diduga jamur ini adalah genus Ganoderma
Sp. Hal ini didukung oleh penelitian (Hidayati & Nurrohmah) menyebutkan
bahwa pada pertumbuhan fungi di awal miselium berwarna putih dengan
pertumbuhan bagian tepi yang tidak rapi. Pada pertumbuhan lebih lanjut, bagian
tengah isolat menjadi berwarna kuning kecokelatan yang pertumbuhannya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
konsentris mengelilingi pusat. Struktur miselium cenderung lurus dan halus,
cenderung datar dan tidak menggumpal.
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Gambar 15. Penampakan mikroskopis dan makroskopis Fungi
Ganoderma Sp. merupakan salah satu jenis jamur dari suku
Ganodermataceae, bangsa Aphylloporales, dan kelas Basidiomycetes yang sangat
tersebar luas. Hal ini tidak cukup untuk menentukan spsies hanya dari pengamatan
makro-mikro sekilas disebabkan masih banyaknya faktor yang harus di pelajari
lebih lanjut. Secara umum jamur ini sering juga disebut dengan jamur pelapuk
putih. Ganoderma biasanya menyerang akar dan batang tanaman sehingga terjadi
pelapukan dengan cara menghancurkan ligninnya (Ratnaningtyas, 2012).
Isolat jamur diperoleh dari sampel pangkal dengan penambahan boraks
1% dan 3%. Hal ini menunjukan dua hal yaitu, pertama penggunaan boraks
dengan kadar tersebut belum mampu mencegah tumbuhnya fungi pada papan
unting yang telah diproduksi dan kedua, pangkal merupakan bagian dari vascular
bundle yang paling sulit dilakukan pemisahannya dari parenkim. Kerapatan yang
tinggi dan ukuran vascular bundle yang terbilang lebih besar dibanding bagian
lain menjadi penyebab sulitnya memisahlan parenkim dari vascular bundle.
parenkim yang tersisa pada vascular bundle pangkal menjadi sumber makanan
bagi fungi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Hasil pengujian FTIR
Dalam penelitian ini, setiap perlakuan dari papan unting dengan
penambahan boraks 0%, 1% dan 3% dan segmentasi batang pangkal, tegah dan
ujung dilakukan pengujian
.Selanjutnya, dianalisis dengan spektrofotometer Fourier Transform InfraRed
(FT-IR) dan memberikan spektrum seperti pada Gambar 16, 18 dan Gambar 19.
Gambar 16. Grafik FT-IR segmentasi pangkal dengan penambahan boraks
Tabel 4. Pita serapan FT-IR pada bagian pangkal dengan penambahan Boraks 0%, 1%
dan 3%
FTIR PANGKAL
Nilai serapan, Grup Keterangan
P 0% 1021, cm-1 C-O Eter
1590, cm-1 N-H Amina primer
2914, cm-1 C-H Alkana
P 1% 553, cm-1 C-C-N Nitriles
1034, cm-1 C-O Eter
1591, cm-1 N-H Amina primer
2914, cm-1 C-H Alkana
P 3% 1019, cm-1 C-O Eter
1545, cm-1 NO2 Senyawa nitro
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Gugus yang tertera pada segmentasi pangkal tanpa penambahan boraks
(0%) merupakan gugus khas yang strukturnya meliputi urea juga dikenal
sebagai karbamid , merupakan senyawa organik dengan rumus kimia CO
(NH 2 ) 2 . Amida ini memiliki dua gugus –NH 2 yang bergabung
dengan gugus fungsi karbonil (C = O). Hal ini sejalan dengan pernyataan
(Gibb, 2009) bahwa komposisi senyawa urea yang memiliki 2 gugus amina dan
berikatan dengan gugus fungsi karbonil yang memiliki sifat alkali.
Adapun gugus senyawa lain yang ditemukan adalah formalin merupakan
aldehida dengan rumus kimia H2CO, karena kecilnya molekul ini memudahkan
absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya
sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh
membentuk senyawa yang mengendap.
Pada perlakuan pangkal dengan penambahan boraks 1% masih ditemui
gugus NH pada bilangan gelombang 1591, cm-1 dan CH bilangan gelombang
2914, cm-1. Hal ini masih menunjukan terdapat senyawa Formalin dan Urea
ketika berikatan dengan gugus fungsi karbonil. Akan tetapi terdapat gugus fungsi
lain berupa nitril (C-C-N) pada bilangan gelombang 553, cm-1 merupakan bagian
setiap senyawa organik yang memiliki C-N .
Gugus khas yang ditemukan baik itu pada P0% maupun P1% dan P3%
yaitu C-H struktur yang menyusun terbentuknya selulosa,h dan lignin. Adapun
gugus khas dalam setiap struktur. Pada struktur selulosa gugus CH pada bilangan
gelombang 2789, cm-1 ada dalam polimer CH2OH yang nantinya akan berikatan
dengan gugus OH dan akan bereaksi dalam membetuk selulosa. Pada
hemiselulosa, gugus khas yang ada yaitu O=C=O. Gugus O=C=O ada pada
bilangan gelombang 1021 cm-1 dan 1034 cm-1 (Tabel 4). Gugus ini nantinya
Gambar 17. Struktur senyawa Urea dan Formalin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
akan berikatan dengan OH dan gugus lainnya lalu akan berekasi serta akan
membentuk hemiselulosa. Gugus O=C=O ada pada polimer –OOC dan
CH3COOCH2. Gugus O=C=O ini diperlukan dalam beberapa polimer untuk
membentuk hemiselulosa. Dan dengan bantuan gugus C-H dari selulosa pada
polimer CH2OH dan CH3C maka akan terbentuk hemiselulos. Gugus khas pada
Lignin yaitu gugus C=H dan C=O. Gugus C-H ada pada polimer C-H yang
menjadi awal ikatan dengan polimer lain. Sedangkan gugus C=O ada pada
polimer CHO, H2COH dan lain sebagainya. Gugus C-H dan C=O merupakan
gugus penting dalam membentuk lignin.
Gambar 18. Grafik FT-IR bagian tengah dengan penambahan boraks
1600
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
Tabel 5. Pita serapan FT-IR pada bagian Tengah dengan penambahan Boraks 0%, 1%
dan 3
Hasil uji FT-IR pada Perlakuan segmentasi batang bagian tengah
menunjukan senyawa yang sama yaitu Formalin dan Urea. Ketika gugus CH
berikatan dengan OH maka akan terbentuk senyawa selulosa. Begitu juga dengan
NH, ketika berikatan dengan gugus OH maka akan membentuk senyawa Urea.
Kebanyakan gugus yang terbaca pada saat pengujian adalah gugus NH dan CH.
Karena pada dasarnya perekat yang digunakan adalah resin UF (Urea
Formadehide) hal ini menjadi sinkron dengan gugus-gugus kimia yang ditemukan
pada uji FT-IR.
Kemudian banyaknya gugus CH juga mnunjukan eksistensi dari selulosa
selaku komposisi kimia yang menyusun vascular bundle sawit disusul oleh
hemiselulosa. meskipun terdapat penambahan borkas pada saat proses pembuatan
papan unting namun, hasil uji FT-IR tidak menunjukan gugus penyusun
terbentuknya Boraks.
FTIR TENGAH
Nilai serapan, Grup Keterangan
T 0% 1014, cm-1 C-O Eter
1590, cm-1 N-H Amina primer
2936, cm-1 C-H Alkana
T 1% 1036, cm-1 C-O Eter
1600, cm-1 N-H Amina primer
3312, cm-1 O-H Alkohol
T 3% 1026, cm-1 C-O Eter
1593, cm-1 N-H Amina primer
2927, cm-1 CH Alkana
3317, cm-1 O-H Alkohol
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
Gambar 19. Grafik FT-IR bagian ujung dengan penambahan boraks
Tabel 5. Pita serapan FT-IR pada bagian Tengah dengan penambahan Boraks 0%, 1%
dan 3%
FTIR UJUNG
Nilai serapan, Grup Keterangan
U 0% 1014, cm-1 C-O Eter
1536, cm-1 NO2 Senyawa nitro
2925, cm-1 C-H Alkena
U 1% 1021, cm-1 C-O Eter
1592, cm-1 C-C Cicin aromatik
2920, cm-1 C-H Alkana
U 3% 1026, cm-1 C-O Eter
1600, cm-1 N-H Amina primer
3316, cm-1 N-H Amina
Tabel pada perlakuan segmentasi batang ujung menunjukan spektrum FT-IR
pada perlakuan penambahan boraks 0% . spektrum menunjukan pita serapan
hidrokarbon CO terlihat pada bilanagn gelombang 1014, cm-1, pada kisaran
bilangan gelombang 2925, cm -1 menunjukan gugus CH. Senyawa nitro terlihat
pada bilangan gelombang 1536, cm-1
pada perlakuan segmentasi batang dengan penambahan boraks 1% terdapat
gugus CO dengan bilangan gelombang 1021, cm-1. pada bilangan gelombang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
1592, cm-1 terdapat gugus CC berupa cincin kromatik. Ditemukan juga gugus
CH pada bilangan gelombang 2920 cm, -1.
Pada perlakuan segmentasi batang bagian tengah dengan pebambahan boraks
3%, spektrum masih di dominasi oleh gugus N-H yaitu pada bilangan gelombang
1600 - 3316 cm,-1. gugus karboksilat juga terbaca pada bilangan gelombang
1026, cm-1.
Gugus C-H dan N-H menjadi gugus yang paling sering ditemui pada hasil uji
FTIR yang dilakukan. Gugus tersebut merupakan elemen-elemen yang menyusun
senyawa lignin, selulosa maupun hemiselulosa. Selain itu juga terdapat gugus
berupa penyusun fungsi berupa C-O dan C-H. Hal ini menunjukan masih terdapat
senyawa Formalin dan Urea ketika berikatan dengan gugus fungsi karbonil
Senyawa boraks yang diaplikasikan pada sampel papan unting dengan
kadar 1% dan 3% pada dasarnya tidak tampak pada grafik uji FTIR. Akan tetapi,
pada saat proses pengempaan dengan suhu 160oC terjadi proses pelepasan air
sehingga terbentuk material putih yang lama kelamaan akan menjadi boraks kaca.
Hal ini sejalan dengan pendapat Boryo et al., (2013) yang menyatakan bahwa
ketika boraks dipanaskan dengan terus - menerus, ia kehilangan air dan
mengembang menjadi massa putih, yang pada pemanasan lebih lanjut meleleh
untuk membentuk padatan kaca transparan yang disebut kaca boraks dan manik
boraks. Uji sifat fisis kadar air juga sejalan dengan hasil FTIR dimana gugus OH
atau senyawa penyusun air tidak ditemui pada perlakuan pangkal, tengah maupun
ujung. Kadar air yang diperoleh secara keseluruhan dibawah 10%. Semakin
rendah kadar air maka kualita papan unting semakin baik.
Reaksi yang terjadi pada urea formaldehida ketika dipanaskan pada suhu
160oC adalah curing atau pematangan perekat. Pada dasarnya urea formaldehida
telah cure pada suhu 120oC, namun belum sempurna. Pemanasan pada suhu
160oC UF cure secara sempurna dan hampir tidak menghasilkan emisi
formaldehid. Hal ini sesuai dengan pendapat Tohmura et al (2000) yang
menyatakan bahwa suhu 120oC belum cukup sempurna untuk UF agar cure dan
pada suhu 160oC selama 30 menit UF telah cure secara sempurna dan hampir
tidak ada emisi formaldehid serta menunjukkan stabilitas yang sangat baik pada
pemanasan suhu tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Papan unting pada sifat fisis yang dihasilkan seluruhnya telah memenuhi
standar JIS A 5908 – 2003, SNI 03-2105, 2006, BS ES 300: 2006 British Standart
maupun CSA kecuali pengembangan tebal. Sedangkan sifat mekanis seperti
keteguhan rekat belum mampu memenuhi standar yang digunakan. MOE dan
MOR pada sampel bagian pangkal telah memenuhi standar yang digunakan.
Perbandingan standar OSB terhadap hasil uji sifat fisis dan mekanik menunjukan
nilai telah lolos standar secara keseluruhan kecuali pada uji Internal bond.
Kualitas papan unting sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku yaitu
vascular bundle serta perekat UF yang digunakan. Standar yang tidak tercapai
bersumber dari bahan baku vascular bundle yang memiliki sifat higroskopis yang
tinggi serta solid content perekat sehingga, internal bond dan daya serap air tidak
memenuhi standar.
Identifikasi jenis fungi yang dilakukan menunjukan hasil berupa
Ganoderma Sp. Tampilan makroskopisnya berupa kapas berwarna putih atas
bawah. Sedangkan tampilan mikroskopisnya berupa hifa yang tidak bersekat
namun, perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut terkait jenis jamur yang tumbuh
pada sampel papan unting.
Pada proses uji FT-IR spektrum menunjukan sebagian besar sampel di
dominasi oleh gugus C-H, N-H dan O-H. Gugus tersebut merupakan khas
penyusun selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selain itu terdapat pula struktur
pembentuk formalin dan urea mengingat bahwa perekat yang digunakan
merupakan UF (Urea Formaldehide).
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan terkait keawetan papan unting
berbahan baku limbah batang kelapa sawit. Proses pemisahan vascular bundle
juga menjadi perhatian yang serius sehingga diharapkan dapat dikembangkan
teknologi yang lebih maju sehingga hasil yang didapat jauh lebih maksimal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2015. Penelitian Bahan Berbahaya Formalin, Boraks, Rhodamin B dan
Methalyn Yellow Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah di Banjar Baru
Aghnan. 2011. Pengawet Boraks dan formalin serta Penyedap
Makanan.https://aghnan354.wordpress.com/ilmu-pengetahuan/bahan-
pengawet-danpenyedap-dalam-makanan-boraks-formalin-dan-msg/ (20
November 2015)
American Plywood Association. 2000 Oriented Strands Board Product Guide. The
Engineered Wood Association, Washington
Badan pusat Statistik. 2018. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2018. Jakarta:
BPS
Bakar ES, Rachman O, Hermawan D, Karlinasari L, Rosdiana N. 1998.
pemanfaatan batang kelapa sawit sebagai bahan bangunan dan furniture.
ITHH. 11(1): 1-12.
Bakar ES. 2003. Kayu sawit sebagai substitusi kayu dari hutan alam. Forum
Komunikasi Teknologi dan Industri Kayu Vol 2.2007
Balfas, J. 2003. Potensi Kayu Sawit Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri
Perkayuan. Seminar Nasional Himpunan Alumni IPB dan HAPKA
Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera, Medan.
Boryo, D.E.A.1, Aiyedipe, R. I.1 , Ezeribe, A. I.1 , and Biri, H. B.2. 2013. Effects
of Urea, Borax and Ammonium Chloride on Flame Retarding Properties
of Cellulosic Ceiling Board. Chemical and Process Engineering
Research. Vol (14): 1-6
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science
An Introductoin 4th
ED USA : Lowa State Press a B’ackwell Publ.
BPOM 2011. Temuan Makanan Mengandung Boraks. Kompas Jakarta. 2011.
British Standard. (2006). Oriented strand boards (OSB) - Definitions,
classification and specifications (BS EN 300:2006). British Standard
Institution, London.
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID). Agromedia
Pustaka. 340 hal.
Erwinsyah. 2008. Improvement of oil palm wood properties using bio resin
[dissertation]. Dresden (UK): Institut für Forstnutzung und Forsttechnik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Gibb, B. C. (2009). Teetering towards chaos and complexity". Nature Chemistry,
1: 17- 18.
Hartono R, Wahyudi I, Fabrianto F, Dwiyanto W. 2011. Pengukuran tingkat
pemadatan maksimum batang kelapa sawit. J Ilmu dan Teknologi Kayu
Tropis Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. 73-83.
Haygreen, Jhon G dan Jim l Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu
( Terjemahaan). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Herliana EN, Maryam LF, Hadi YS. 2011. Schizophyllum commune Fr. sebagai
jamur uji ketahanan kayu Standar Nasional Indonesia pada empat jenis
kayu rakyat : Sengon (P. falcataria), Karet (H. brasiliensis), Tusam (P.
merkusii), Mangium (A. mangium). J Silvikultur Trop. 2(3):176–180.
Iswanto A.H, 2005. Upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon dan limbah
plastik polyprophylena sebagai langkah alternatif untuk mengatasi
kekurangan kayu sebagai bahan bangunan. Jurnal Komunikasi Penelitian
17(3): 24-27.
Kahfi, F. 2007. Sifat Fisis Mekanis Papan Gipsum dari Tandan Kosong Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq), dengan Perlakuan Perendaman dan
Variasi Kadar Gipsum. Skripsi Departemen Kehutanan Universitas
Sumatera Utara. Medan. [Tidak dipublikasikan].
Kusnadi. 2012. Mikrobiologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
[IPPC] International Plant Protection Convention. 2006-029: Draft ISPM –
International movement of wood. FAO, Rome.
[JSA] Japanese Standard Association. 2003. JIS A 5908: Particleboards:
Akasaka, Minato-ku, Tokyo (JP): Japanese Industrial Standard
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard
Manufacturing. San Francisco : Miller Freeman Inc.
Marra, A. A. 1992. Technology of Wood Bonding: Principles in Practise. USA.
Martawijaya AI, Kartasujana YI, Mandang SA, Prawira and Kadir K. 1989. Atlas
Kayu Indonesia. Vol II. Forest Res. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor,
Indonesia. pp. 59-64
Nishimura T, Amin J, Ansell MP. 2004. Image analysis and bending properties of
model OSB panels as a function of strand distribution, shape and size.
Journal of Wood Science and Technology 38(4-5) Springer-Verlag
Heidelberg.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
Nuryawan A, Massijaya MY, Hadi YS. 2008. Sifat Fisis dan Mekanis Oriented
Strand Board (OSB) dari Akasia, Ekaliptus dan Gmelina Berdiameter
Kecil : Pengaruh Jenis Kayu dan Macam Aplikasi Perekat. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Hasil Hutan 1(2): 60-66 (2008).
Nuryawan A. 2010. Metode untuk membuat papan unting dari vascular bundle
batang kelapa sawit dan papan unting yang diperoleh dari metode
tersebut. Pendaftaran Paten No. P00201000838
Nuryawan A, Rachman O. 2011. Kayu lapis dari vinir limba batang sawit. Buletin
Hasil Hutan 17(2)
Nuryawan A, Dalimunthe A, Saragih RN. 2012. Sifat fisik dan kimia ikatan
pembuluh pada batang kelapa sawit. Foresta Indonesia Journal of forestry
1(2): 34-40
Nuryawan A. 2010. Laporan Hibah Kompetensi Tahun II: Biokomposit dari
Limbah Sawit. Universitas Sumatera Utara.
Nuryawan A, Azhar I, Hasibuan R. 2010a. Dimensi serat asal limbah batang sawit
yang diproduksi dari proses CTMP sederhana. Prosiding Seminar
Nasional Hasil-Hasil Penelitian Bidang Kehutanan dan Hasil Hutan
ISBN 9789792554755. Hal. 333-339
Nuryawan A, Hakim L, Syahputra R. 2010b. The characteristics of oriented strand
board (OSB) made of vascular bundles from residue of oil palm trunk.
International Forestry Review 12(5): 282.
Nuryawan A, Azhar I, Silitonga RJ. 2011. Perhitungan rendemen limbah batang
kelapa sawit menjadi partikel untuk bahan baku papan partikel. Jurnal
Ilmu & Teknologi Hasil Hutan 4(2):70-75.
Nuryawan A, Rachman O. 2011. Kayu lapis dari venir limbah batang sawit.
Buletin Hasil Hutan 17(2). Nuryawan A, Dalimunthe A, Saragih RN.
2012. Physical and Chemical Properties of Oil Palm Trunk Vascular
Bundles. FORESTA, Indonesian Journal of Forestry 1 (2) 2012: 34-40
Nuryawan A, Abdullah CK, Hazwan CM, Olaiya NG, Yahya EB, Risnasari I,
Masruchin N, Baharudin MS, Khalid H, Abdul Khalil HPS. 2020.
Enhancement of oilpalm waste nanoparticles on the properties and
characterization of hybrid plywood biocomposites. Polymers 12: 1007
doi:10.3390/polym12051007
Putra RS. 2009. Karakteristik Produk Komposit dari Vascular Bundles Limbah
Batang Kelapa Sawit. Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Prayitno, T. A. Dan Darmoko. 1994. Karakteristik Papan Partikel Dari Pohon
Kelapa Sawit. Berita PPKS 2.
Rahayu IS. 2001. Sifat dasar vascular bundles dan parenchyme batang kelapa
sawit dalam kaitannya dengan sifat fisis, mekanis serta keawetan [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Ina Ratnaningtyas dan Siti Samiyarsih. 2012 Karakterisasi Ganoderma spp. di
Kabupaten Banyumas dan Uji Peran Basidiospora dalam Siklus Penyakit
Busuk Batang. Biosfera 2(1) : 36 - 41
Rayner ADM and Boddy L. (1988) Fungal Decomposition of Wood. Its Biology
and Ecology. Wiley, Chichester
Ridout B. 2004. Timner Decay in Buildings:The Conservation Approach to
Treatment. London (UK): Spen Press
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2006). Papan partikel (SNI 03-2105-2006).
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Staunton, I., J. Gerozisis, P. Hadlington. 2008. Urban Pest management in
Australia.Ed. 5. 432 p.
Stenersen J. 2004. Chemical Pesticides: Mode of Action and Toxicology. Boca
Raton:CRC Press. Sumarni G dan Muslich
Stuctural Board Association. 2004. OSB Performance by Design: Oriented Strand
Board in Wood Frame Constuction. TM422. Canada.
Structural Board Association. 2005. OSB in Wood Frame Construction. USA.
Teco. 2005. Resin Used In The Production Of Oriented Strand Board.
Tech tips No. 14. USA.
Sulastiningsih I.M., Indrawan D.A, Balfas J, Santoso A & Iskandar M.I. 2017.
Sifat Fisis dan Mekanis Papan Untai Berarah dari Bambu Tali
(Gigantochloa Apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz) (Physical and
Mechanical Properties Of Oriented Strand Board Made of Tali Bamboo
(Gigantochloa Apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz). Jurnal Penelitian Hasil
Hutan Vol. 35 (3): 197-209.
Suprapti S dan Djarwanto. (2013). Ketahanan lima jenis kayu asal Cianjur
terhadap jamur. J Penel. Hasil Hutan 31(3)193-199.
Sutrisno. 2001. Hubungan antara Keteguhan Geser Tekan dengan Keteguhan
Rekat Internal Papan Untai. http://Papan untai Makalah Falsafah Sains
(PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor
bahan%20osb/osb.htm [12 Oktober 2008].
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Sustamiadji, R. 2008. Senyawa Komposit yang Mampu Memperbaiki Dirinya
Sendiri. http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=128. Medan. [25
November 2009].
Tohmura Shin-ichiro, Chung-Yun Hse and Mitsuo Higuchi. 2000. Formaldehyde
emission and high-temperature stability of cured urea-formaldehyde
resins. J Wood Sci.vol (46): 303-309
Tsoumis, G. 1991. Science and Technology Wood. Structure, Properties,
Utilization. Van Vostrand Reinhold Inc. US
Waluyo L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Witantri RG, Anshory DA, Ridwan M, Romadlon MA. 2015. Keanekaragaman
Makrofungi di Wilayah Lereng Barat Gunung lawu. Seminar Nasional
Biosains 2 Bali
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
LAMPIRAN
1. Kerapatan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kerapatan
Type III Sum of
Source Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model ,102a
8 ,013 1,839 ,135
Intercept 7,064 1 7,064 1015,528 ,000
FAKTOR_A ,033 2 ,016 2,352 ,124
FAKTOR_B ,035 2 ,018 2,518 ,109
FAKTOR_A * FAKTOR_B ,035 4 ,009 1,243 ,328
Error ,125 18 ,007
Total 7,291 27
Corrected Total ,228 26
a. R Squared = ,450 (Adjusted R Squared = ,205)
2. Kadar air
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kadar air
Type III Sum of
Source Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model 12,175a
8 1,522 1,975 ,110
Intercept 2005,529 1 2005,529 2602,681 ,000
FAKTOR_A 3,298 2 1,649 2,140 ,147
FAKTOR_B ,831 2 ,415 ,539 ,592
FAKTOR_A * FAKTOR_B 8,047 4 2,012 2,611 ,070
Error 13,870 18 ,771
Total 2031,574 27
Corrected Total 26,045 26
a. R Squared = ,467 (Adjusted R Squared = ,231)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
T
3. Daya serap air
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Daya serap air
Type III Sum of
Source Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model 3242,667a
8 405,333 9,833 ,000
Intercept 122008,333 1 122008,333 2959,771 ,000
FAKTOR_A 2830,222 2 1415,111 34,329 ,000
FAKTOR_B 96,889 2 48,444 1,175 ,331
FAKTOR_A * FAKTOR_B 315,556 4 78,889 1,914 ,152
Error 742,000 18 41,222
Total 125993,000 27
Corrected Total 3984,667 26
a. R Squared = ,814 (Adjusted R Squared = ,731)
Post Hoc test
Level Material
Homogeneous Subsets
Duncana,b
LEVEL MATERIAL N
Subset
1 2 3
P 9 55,6667
T 9 65,4444
U 9 80,5556
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed. Based on observed
means.
The error term is Mean Square(Error) = 41,222.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.
b. Alpha = ,05.
Duncana,b
LEVEL BAHAN PENGAWE N
Subset
1
0% 9 64,5556
3% 9 68,3333
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
1% 9 68,7778
Sig. ,203
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 41,222.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.
b. Alpha = ,05.
4. Pengembangan tebal
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Pengembangan tebal
Type III Sum of
Source Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model 6924,948a
8 865,618 ,776 ,628
Intercept 260774,187 1 260774,187 233,923 ,000
FAKTOR_A 618,018 2 309,009 ,277 ,761
FAKTOR_B 937,585 2 468,792 ,421 ,663
FAKTOR_A * FAKTOR_B 5369,345 4 1342,336 1,204 ,343
Error 20066,170 18 1114,787
Total 287765,305 27
Corrected Total 26991,118 26
a. R Squared = ,257 (Adjusted R Squared = -,074)
5. Internal Bond
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Internal bond
Type III Sum of
Source Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model 3,638a
8 ,455 ,977 ,484
Intercept 25,215 1 25,215 54,188 ,000
FAKTOR_A ,161 2 ,080 ,173 ,843
FAKTOR_B ,469 2 ,235 ,504 ,612
FAKTOR_A * FAKTOR_B 3,008 4 ,752 1,616 ,213
Error 8,376 18 ,465
Total 37,229 27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Corrected Total 12,014 26
a. R Squared = ,303 (Adjusted R Squared = -,007)
6. MOR (Modulus of rupture)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: MOR
Type III Sum of
Source Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model 81349,467a
8 10168,683 2,213 ,077
Intercept 770477,905 1 770477,905 167,686 ,000
FAKTOR_A 23767,813 2 11883,907 2,586 ,103
FAKTOR_B 38746,874 2 19373,437 4,216 ,031
FAKTOR_A * FAKTOR_B 18834,779 4 4708,695 1,025 ,421
Error 82705,872 18 4594,771
Total 934533,244 27
Corrected Total 164055,339 26
a. R Squared = ,496 (Adjusted R Squared = ,272)
Post Hoc test
Level Material
Homogeneous Subsets
NILAI%BP
Duncana,b
LEVEL MATERIAL N
Subset
1 2
T 9 134,0111b
U 9 166,2322 166,2322ab
P 9 206,5367a
Sig. ,327 ,223
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed. Based on
observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4594,771.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.
b. Alpha = ,05.
LEVEL BAHAN PENGAWET
Homogeneous Subset
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
T
NILAI%BP
Duncana,b
LEVEL BAHAN PENGAWET N
Subset
1 2
0% 9 115,4333x
1% 9 193,1333xy
3% 9 198,2133y
Sig. 1,000 ,875
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed. Based on
observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4594,771.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.
b. Alpha = ,05.
7. MOE(Modulus of Elasticity)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: NILAI%BP
Type III Sum of
Source Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model 3853374823a
8 481671852,9 3,950 ,007
Intercept 1,524E+10 1 1,524E+10 124,952 ,000
FAKTOR_A 926418863,7 2 463209431,9 3,799 ,042
FAKTOR_B 2084304319 2 1042152159 8,546 ,002
FAKTOR_A * FAKTOR_B 842651640,6 4 210662910,2 1,728 ,188
Error 2194982696 18 121943483,1
Total 2,129E+10 27
Corrected Total 6048357519 26
a. R Squared = ,637 (Adjusted R Squared = ,476)
Post Hoc test
Level Material
Homogeneous Subsets
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
T
NILAI%BP
Duncana,b
LEVEL MATERIAL N
Subset
1 2
T 9 17751,3656a
U 9 21815,4944 21815,4944ab
P 9 31700,4467b
Sig. ,445 ,074
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed. Based on
observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 121943483,122.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.
b. Alpha = ,05.
LEVEL BAHAN PENGAWET
Homogeneous Subset
NILAI%BP
Duncana,b
LEVEL BAHAN PENGAWE N
Subset
1 2
0% 9 12155,2956x
3% 9 25700,3022xv
1% 9 33411,7089y
Sig. 1,000 ,156
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed. Based on
observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 121943483,122.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.
b. Alpha = ,05.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA